Museum Buya Hamka, Menapak Peninggalan Sang Ulama Besar

Berfoto dengan Tongkat Buya Hamka

Minggu, 29 Agustus 2021, berkesempatan mengunjungi Museum Buya Hamka, yaitu Rumah kelahiran Buya Hamka bersama tim pengabdian Mandiri Politeknik Negeri Padang. Tepat tanggal 28 Agustus 2021 kemarin desa/nagari tempat kelahiran Buya ini diresmikan sebagai 50 Desa Wisata terbaik dalam anugerah desa wisata Indonesia 2021 oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno.

Kami mengunjungi Museum dipagi hari, sekitar jam 7.45 WIB yang sesungguhnya belum jadwal buka, namun Datuak Indomo (pengelola museum), berkenan membuka museum lebih awal dan mempersilahkan kami memasuki Museum dari tokoh yang sangat dikagumi banyak orang ini. Satu hal yang membuat saya sangat senang, saat diizinkan memegang tongkat yang biasa dipakai oleh Buya, bahkan dipersilahkan memakai dan berfoto didepan foto Buya Hamka, sungguh suatu pengalaman yang berkesan dan semoga ada hikmahnya.

Berikut sekilas tentang museum ini.

Perjalanan ke Danau Maninjau rasanya tidak lengkap tanpa menyambangi rumah kelahiran seorang ulama besar asal Minangkabau, Buya Hamka. Rumah bersejarah ini berada di tepian danau, tepatnya di Kampung Muaro Pauh, Jorong Batuang Panjang, Nagari Sungai Batang, Kecamatan Tanjung Raya, Agam.

Lokasi yang kini difungsikan sebagai museum ini menjadi tempat penyimpanan benda-benda peninggalan tokoh yang juga dikenal sebagai sastrawan, jurnalis, ahli tafsir, sekaligus seorang politisi ini. Di sini pengunjung bisa meresapi semangat perjuangan yang pernah digemakan sang ulama nasionalis ini semasa hidupnya.

Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau dikenal luas dengan nama Buya Hamka lahir pada hari Senin, 17 Februari 1908. Anak tertua dari tujuh bersaudara ini lahir di tengah keluarga yang kuat memegang ajaran agama.

Sang ayah, Abdul Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan panggilan Haji Rasul dikenal sebagai tokoh pembaharuan islam di kalangan masyarakat Minangkabau. Karakter keislaman yang kuat dalam keluarga besarnya ini menjadi fondasi awal kepribadian Hamka dalam kiprahnya kelak saat dewasa.

Sejak remaja, Hamka telah memiliki ketertarikan yang besar dengan dunia sastra dan organisasi pergerakan. Kegemarannya dalam membaca telah mengembangkan wawasannya hingga diluar batas pemikiran generasi remaja seusianya ketika itu.

Hal ini pula yang membuatnya membulatkan tekad untuk merantau ke Jawa saat berusia 16 tahun, pada sekitar tahun 1924. Di Yogyakarta dan Bandung, ia aktif di sejumlah organisasi pergerakan antara lain Sarekat Islam dan Muhammadiyah dan menyempatkan berguru kepada tokoh-tokoh pergerakan diantaranya HOS Cokroaminoto.

Meski hanya setahun, apa yang ia peroleh selama merantau banyak berpengaruh besar terhadap perjalanan hidupnya. Pada masa setelahnya, Hamka banyak berkontribusi dalam dakwah dan pergerakan melalui kontribusi tulisan-tulisannya yang sebagian diantaranya berakhir dengan pelarangan karena dianggap membahayakan pemerintah Hindia Belanda.

Setelah era kemerdekaan hingga akhir hidupnya, Hamka tetap aktif menulis di berbagai media, baik buletin, majalah, buku, roman, hingga tafsir Al-Quran. Dari sekitar 118 judul buku yang pernah ia tulis semasa hidupnya, sekitar 28 judul dapat kita saksikan diantara koleksi buku di Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka ini.

Selain karya-karya Hamka, di museum ini pengunjung juga dapat melihat berbagai benda peninggalan dan dokumentasi perjalanan hidup Hamka. Diantara koleksi-koleksi penting museum ini adalah lukisan serta foto Hamka semasa muda hingga dewasa dan sejumlah penghargaan yang pernah diperolehnya semasa hidup.

Ada pula sebuah foto yang menggambarkan lautan manusia yang ikut mengantarkan jenazahnya ke peristirahatan terakhir pada tanggal 24 Juli 1981. Selain itu, terdapat pula koleksi seperti jubah kehormatan beserta toga yang digunakan Hamka saat menerima gelar Doktor Honoris Causa di Al-Azhar Cairo serta Universitas Kebangsaan Malaysia.

Untuk mencapai daerah ini, dari Bukittinggi pengunjung harus melewati kawasan Kelok 44 (Kelok Ampek Puluh Ampek). Setelah melewati kawasan tersebut, kita akan bertemu sebuah persimpangan, dimana arah ke kiri adalah menuju museum sedangkan ke kanan adalah ke Lubuk Basung, ibukota Kabupaten Agam.

Jarak dari persimpangan menuju ke museum kurang lebih sekitar 9 kilometer melalui jalur yang berkelok-kelok. Sepanjang perjalanan, kita dapat menikmati keindahan Danau Maninjau yang tepat tersaji di sebelah kanan kita. [Ardee/IndonesiaKaya]

Sumber : https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/rumah-kelahiran-buya-hamka-menapak-peninggalan-sang-ulama-besar/

IAII Sumatera Barat


Ikatan Ahli Informatika Indonesia (IAII) adalah organisasi profesi yang bertujuan meningkatkan kualitas teknologi informasi di Indonesia, melindungi masyarakat dari praktek buruk layanan ahli informatika, meningkatkan kemakmuran, martabat, kehormatan, dan peran ahli informatika Indonesia dalam rangka mencapai tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercantum pada Pembukaan UUD 1945. Profil IAII