Ada Penggelembungan Suara Sirekap KPU, Pakar IT: Audit Sebelum Umumkan Hasil Pemilu

Dr. Yuhefizar, Dosen IT Politeknik Negeri Padang
Dr. Yuhefizar, Dosen IT Politeknik Negeri Padang

Pakar Teknologi Informasi dari Politeknik Negeri Padang (PNP) Dr Yuhefizar mengira KPU telah memperbaiki aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi Pemilu secara Elektronik (Sirekap) di web kpu.go.id, setelah banyaknya temuan dan pengaduan dari masyarakat.

Namun, pada Minggu (18/2/2024), dia cek salah satu TPS, ternyata masih ada penggelembungan suara. Untuk itu, dia memberikan masukan agar persoalan ini menjadi perhatian sangat serius oleh KPU segera memperbaikinya.

Dia menemukan data yang tidak valid di salah satu TPS, di mana suara sah yang tercantum di formulir C1 berbeda dengan yang ditampilkan di aplikasi Sirekap KPU. “Berdasarkan formulir C1, suara sah secara berurutan: 3,90 dan 105, namun di aplikasi tercantum 3,999, 109. Ada penggelembungan 909 suara untuk salah satu paslon,” ungkap Yuhefizar.

Ketua Ikatan Ahli Informatika Indonesia Sumbar ini mengkhawatirkan banyak TPS lain yang masih memiliki data tidak valid seperti itu. Dampaknya akan menyesatkan publik dan menjadi dasar informasi yang salah.

“Bagaimana jadinya, jika data yang tidak valid dari sumber resmi dijadikan dasar untuk sebuah informasi, dan informasi salah tersebut beredar banyak di media. Konsep sederhananya: jika data input salah, maka sebagus apapun metode yang digunakan, pasti hasilnya salah,” jelas alumni AMIK-STMIK Jayanusa Padang ini.

Dalam ilmu komputer, lanjut pria yang biasa disapa Ephi ini, sering diisebut dengan istilah garbage in garbage out, yaitu konsep terutama dalam programming, bahwa data atau masukan yang cacat, bias, atau berkualitas buruk (“sampah”) akan menghasilkan keluaran yang serupa.
“Nah, kesalahan aplikasi ini masih dipertonton di depan mata kita. Karena ini kesalahan fatal, saya berpikir KPU pasti sudah bergerak cepat dalam mengatasinya. Ini bukan masalah kecil. Ini bisa mencederai demokrasi kita,” tegas Ephi.

Penulis banyak buku web programming ini memberikan beberapa saran untuk mengatasi masalah Sirekap. Pertama, KPU harus segera menolkan sementara data yang tidak valid dan melakukan pengecekan ulang.

“Toh tidak sulit juga untuk mendeteksi data yang digelembungkan. Filter berdasarkan total suara sah di TPS, jika seluruh data sah melebihi, berarti data itu tidak valid. Tujuannya agar data yang tampil beserta grafis di web KPU valid berdasarkan real count C1. Agar bisa jadi rujukan. Jangan biarkan masyarakat membagikan data yang salah atau tidak valid,” sarannya.

Kemudian, KPU harus membentuk tim audit independen untuk memeriksa aplikasi Sirekap. “Sebaiknya dibentuk tim audit untuk aplikasi ini, sebelum nanti diumumkan secara resmi hasil Pemilu. Sebab, sangat banyak indikasi-indikasi yang mencurigakan,” ungkapnya.

KPU harus segera menjelaskan secara transparan kepada publik tentang penyebab kesalahan ini dan langkah-langkah yang akan diambil untuk mengatasinya. “KPU harus melibatkan pakar IT dalam pengembangan aplikasi Sirekap di masa depan,” kata penyandang gelar ASEAN Engineer ini.

Ephi juga berpesan kepada masyarakat agar tidak menyebarkan data yang tidak valid dari aplikasi Sirekap. “Masyarakat harus kritis dan jeli dalam menyikapi informasi. Perlu diingat bahwa grafis dan rekap yang ada di web KPU saat ini belum 100% valid, maka mesti bijak menyikapinya,” imbau Ephi.

Jika melihat kualitas scan dari C1, Ephi melihat ini bukan kesalahan baca dari OCR/OMR. Maka, dia mempertanyakan kualitas OCR/OMR yang digunakan jika OCR/OMR dijadikan kambinghitamnya.

“Jika itupun kesalahan baca OCR/OMR, kenapa banyak yang berubah itu di paslon tertentu saja, misalnya. Di sini bisa permainan algoritma aplikasi. Kalau dilakukan manual ragu juga, karena ribuan yang bermasalah. Beberapa metode penggelembungan yang banyak saya lihat di web KPU dengan menambahkan 1 digit angka rentang 2-9, di depan angka suara sah. jika paslon tertentu aslinya hanya 2 digit, misal c1 = 52, nanti bisa menjadi 852,87 menjadi 987, dll. Jika hal ini dilakukan secara manual, pasti akan semakin banyak janggalnya. Namun, jika dengan algoritma atau sistem, tentu persentase penambahan bisa “diskenariokan”,” beber Ephi.

Jika KPU merasa itu bukan kesalahan dari sisi aplikasi, menurut Ephi, berarti ada penyusup atau hacker yang seharusnya bisa diantisipasi segera oleh tim IT KPU. “Aplikasi nasional sebesar ini, patut dipertanyakan tahapan pembuatan, terutama tahapan implementasi dan testingnya sebelum diluncurkanke publik,” tandasnya.

Persoalan di atas, menurut Ephi baru dilihat di sisi hasil rekapitulasi Pilpres. Belum hasil rekapitulasi suara DPD, DPR RI, DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota yang dikhawatirkannya juga mengalami masalah serupa.

“Saya khawatir ini menjadi sandungan untuk pelaksanaan Pemilu kita. Walau Sirekap hanya alat bantu karena suara sah berdasarkan perhitungan manual, tapi menyajikan data yang  salah atau tidak valid untuk rujukan resmi akan mengiring opini yang berefek luas. Perlu dibaca UU ITE terhadap penyebaran berita bohong,” ingatnya.

Sementara itu, Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari mengatakan bahwa pihaknya segera mengoreksi salah konversi untuk membaca data Formulir Model C1-Plano atau catatan hasil penghitungan suara Pemilu 2024 pada Sirekap.

Hasyim menjelaskan Formulir Model C1-Plano yang diunggah ke dalam Sirekap secara otomatis dikonversi, tetapi dalam proses konversi terjadi kesalahan.

“Kami di KPU pusat melalui sistem yang ada, itu termonitor mana saja antara unggahan formulir C hasilnya dengan konversinya yang salah, itu termonitor,” kata Hasyim di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (15/2).

Menurut Hasyim, KPU RI telah memonitor jika terdapat kesalahan hitung. Oleh karena itu, KPU RI akan segera melakukan koreksi terkait kesalahan konversi tersebut.

“Kami sebenarnya mengetahui, dan tentu saja untuk yang penghitungan atau konversi dari yang formulir ke angka-angka penghitungan akan kami koreksi sesegera mungkin,” jelasnya.

Pada kesempatan berbeda, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengatakan bahwa Sirekap yang digunakan KPU RI bukanlah penentu hasil Pemilu 2024.

“Harus kami sampaikan bahwa Sirekap adalah bukan penentu terhadap rekapitulasi. Penentunya tetap menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (tentang Pemilihan Umum) adalah manual rekapitulasi. Jadi bukan Sirekap. Sirekap hanya alat bantu,” kata Bagja di Gedung Bawaslu RI, Jakarta, Kamis (15/2).

Bagja mengatakan bahwa pihaknya sedang mengkaji permasalahan Sirekap yang sedang ramai diperbincangkan oleh masyarakat, termasuk di media sosial.

“Bahkan ada, ya, bahkan ada, ada sampai 800 ribu, 80 ribu (suara). Ini data apa gitu, kan? Enggak mungkin juga, tetapi mungkin salah input atau juga pembacaannya juga bermasalah,” ujarnya.(esg)

Sumber: https://padek.jawapos.com/rakyat-memilih/19/02/2024/ada-penggelembungan-suara-sirekap-kpu-pakar-it-audit-sebelum-umumkan-hasil-pemilu/

IAII Sumatera Barat


Ikatan Ahli Informatika Indonesia (IAII) adalah organisasi profesi yang bertujuan meningkatkan kualitas teknologi informasi di Indonesia, melindungi masyarakat dari praktek buruk layanan ahli informatika, meningkatkan kemakmuran, martabat, kehormatan, dan peran ahli informatika Indonesia dalam rangka mencapai tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercantum pada Pembukaan UUD 1945. Profil IAII