Masjid Raya Ganting: Masjid Bersejarah dan Tertua di Kota Padang

Minggu, 3 Oktober 2021, setelah memenuhi beberapa kegiatan dan undangan di hari Minggu yang cukup cerah, kami sengaja mengunjungi Masjid Raya Gantiang untuk menunaikan Sholat Zhuhur. Masjid Raya Gantiang merupakan masjid tertua di Kota Padang, dan ternyata menjadi saksi bisu sebagian dari sejarah Indonesia. Pernah dikunjungi oleh proklamator RI, pernah menjadi markas Gyugun-Heiho dimasa pendudukan Jepang, dan menjadi tempat penyusunan strategi dimasa melawan sekutu. Masjid ini  terletak di Kampung Ganting, Kecamatan Padang Timur, Kota Padang, Sumatra Barat, Indonesia. Sejak tahun 2010, dan ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya berdasarkan SK No, PM.54/PW.007/MKP/2010, Tanggal SK : 22 Juni 2010.

Dikutip dari website http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id. Berikut sejarah Masjid Raya Gantiang.

Pada tahun 1790 dibangun masjid yang terbuat dari bahan kayu dan atap rumbia, berlokasi di tepi Sungai Batang Arau, namun kemudian dirobohkan Belanda untuk pembuatan jalan ke Pelabuhan Teluk Bayur. Sebagai gantinya pada tahun 1805 didirikan Masjid Raya Ganting yang memiliki gaya arsitektur Timur Tengah dan Eropa atas prakarsa tokoh masyarakat setempat yaitu Angku Gapuak (saudagar), Angku Syeh Haji Uma (tokoh masyarakat), dan Angku Syeh Kepalo Koto (ulama).

Masjid didirikan di atas tanah wakaf dari masyarakat suku Chaniago dan biayanya diperoleh dari para saudagar yang berasal dari Padang, Sibolga, Medan, Aceh, dan ulama Minangkabau. Pembangunan masjid didukung oleh Korp Zeni Belanda. Selain bantuan dan kerjasama dengan pihak Belanda, etnis Cina dipimpin Kapten Lou Chianko (Kapitan Cina ke-10) ikut mengarahkan tukang Cina untuk mengerjakan atap segi delapan yang merupakan ciri khas atap bangunan vihara. Selain kubah, tukang etnis Cina juga menggarap mihrab, mimbar, dan tempat bilal.

Pada tahun 1810 masjid dapat diselesaikan pembangunannya. Lantai terbuat dari batu kali bersusun diplester tanah liat. Lantai diganti dengan semen dari Jerman. Pada tahun 1900 dilaksanakan penggantian lantai dengan ubin segi enam berwarna putih berasal dari Belanda yang dipesan melalui jasa NV. Jacobson van de Berg. Pemasangan ubin ditangani oleh tukang yang ditunjuk langsung oleh pabrik dan selesai pada tahun 1910. Pada tahun 1960 dilakukan pemasangan keramik pada tiang ruang utama yang aslinya terbuat dari bata, sedangkan tahun 1995 dilakukan pemasangan keramik pada dinding ruang utama.

Pada awal masjid dibangun, lantai terbuat dari batu namun pada tahun 1900 lantai diganti dengan keramik yang secara keseluruhan diselesaikan pada tahun 1910. Pada tahun yang sama Belanda membuka jalan baru melewati tanah wakaf Masjid Raya Gantiang sebagai kompensasinya Belanda membantu membangun bagian depan masjid yang mirip benteng.

Pada tahun 1960 dilakukan pemasangan keramik pada dinding ruang utama dan 25 tiang yang ada di dalamnya. Selanjutnya pada tahun 1967 selesai dibangun dua menara di sebelah kanan dan kiri masjid.
Pada tahun 1974 tempat bilal yang merupakan bangunan panggung segi empat dibongkar oleh pengurus masjid karena dengan adanya listrik dan pengeras suara bangunan dianggap sudah tidak berfungsi lagi.

Pasca gempa 2009, bangunan mesjid ini mengalami kerusakan berat, kemudian direnovasi menggunakan sumbangan dari Bank Mandiri. Renovasi meliputi langit-langit, dinding tembok bagian depan mihrab, sebagian lantai bagian depan, langkan tembok atas bagian luar (halaman), tiang. Renovasi tiang terdiri dari tiang lama dicor kembali, sehingga ukurannya lebih besar dari tiang yang semula (asli), semua tiang mengalami renovasi. Hanya sebagian lantai yang mengalami perubahan, bagian depan, sekitar tiang. Untuk lantai yang rusak diganti dengan yang baru, tapi dengan bentuk dan motif yang sama seperti aslinya, lantai ini dipesan dari Yogyakarta. Ruang bagian serambi tidak mengalami banyak renovasi.

Spesifikasi Masjid

Bangunan masjid dibagi menjadi tiga bagian yaitu serambi depan, serambi samping, dan ruang utama.
– Serambi depan
Serambi depan merupakan bangunan tambahan berbentuk persegi panjang dengan ukuran 12 x 39 m dan memiliki enam pintu dari arah sebelah timur dan dua pintu dari arah utara dan selatan yang berdaun pintu dari jeruji besi. Dibagian depan tengah di antara dua pintu tampak mimbar berukuran 2,2 x 1,2 x 2,75 m dan digunakan untuk pelaksanaan shalat id. Ruangan ini ditopang tujuh tiang ganda dari beton berbentuk silinder dan bergaris tengah 45 cm. Ketujuh tiang tersebut berdiri di atas umpak yang berukuran panjang 113 cm, lebar 67 cm, dan tinggi 70 cm.

– Ruang Utama
Ruang utama memiliki enam pintu. Empat di sisi timur dan dua masing-masing dari utara dan selatan. Pintu-puntu tersebut dari kayu dan pada bagian atasnya terdapat ragam lengkung kipas. Keenam pintu tersebut memiliki ukuran panjang 265 cm dan lebar 160 cm. Selain enam pintu, ada 14 jendela dengan enam di sisi barat, dua disisi timur dan masing-masing tiga jendela di sisi utara dan selatan. Jendela berukuran sama panjang 200 cm dan lebar 160 cm dengan motif hias lengkungan kipas. Sedangkan dindingnya dari beton berlapiskan keramik warna putih.

Ruang utama masjid di topang dengan 25 tiang yang berdiamater 60 cm. Jumlah tiang melambangkan 25 rasul yang namanya tertulis dalam bentuk kaligrafi pada masing-masing tiang.
Pada ruang utama pernah dibuat bangunan muzawir atau penyambung imam yang menjadi ciri khas masjid ini. Berfungsi sebagai tempat mengumandangkan adzan dan penyambung suara imam sehingga makmum dapat mengikuti gerakan imam. Muzawir berukuran 4 x 4 m berbentuk panggung dan penuh ornamen gaya Cina. Dibangun atas sumbangan orang Tiongkok di Padang dan pembuatannya dikerjakan langsung oleh ahli ukir Tiongkok yang ada di Padang. Setelah ada pengeras suara, bangunan muzawir tidak digunakan lagi sehingga pada tahun 1978 dibongkar.

– Serambi Samping
Bagian terakhir dari bangunan masjid ini adalah serambi samping. Setiap serambi memiliki dua pintu masuk yang salah satunya menuju ke tempat wudu di bagian utara masjid. Pada ruang ini terdapat tiang berbentuk segi enam yang pada bagian atasnya terdapat hiasan pelipit rata.

Lantai
Lantai serambi depan berkeramik kuning dengan ukuran 20 x 20 cm. Lantai ruang utama terbuat dari keramik berukuran 30 x 30 cm. Sedangka serambi samping kiri dan kanan berlantaikan keramik atau tegel berwarna hijau berukuran 20 x 20 cm.

Mimbar
Masjid Ganting memiki tiga mimbar. Mimbar pertama berdiri di dalam mihrab yang digunakan untuk khatib pada kegiatan yang dilaksanakan di dalam masjid. Mimbar kedua berada pada serambi untuk khatib yang melaksanakan kegiatan shalat di luar maupun halaman. Mimbar ketiga disimpan karena sudah lapuk.

Bangunan Lain
Bangunan lain yang terdapat dalam kompleks ini adalah tempat wudhu berukuran 10 x 3 m yang terletak di samping utara dan selatan serambi samping dibuat tahun 1967. Tempat wudhu dibuat permanen dan tertutup.

Perpustakaan masjid memempati ruangan sederhana di utara masjid. Namun ruangan masih menyatu dengan bangunan masjid. Pada bagian selatan masjid terdapat beberapa makam yang dibuat sederhana dibatasi dengan tembok berbentuk segi panjang. Salah satu makam yang ada di selatan adalah makam Angku Syekh Haji Uma yaitu pemrakasa pembuatan Masjid Raya Ganting.

Pada makam yang terletak di sisi barat masjid terdapat prasasti yang berbunyi:
“Disini disemayamkan: Yml. Radja Bidoe Glr. Marahindra Toeangkoe Panglima Radja di Padang. Vide Besluit Gouverneur Generaal Gegeven te Boitenzorg, 9 October 1830, wafat 1833; Yml Marah Soe’ib Glr. Marahindra Toeangkoe Panglima Regent di Padang, vide Besluit Governeur General Gegevente Batavia, 16 Agustus 1868, wafat 1875; Beliau keduanya dari Soekoe Tjaniago Soemagek Kampung Alam Lawas Padang”.

Lintasan sejarah Masjid Raya Ganting (Dikutip dari Republika.co.id)

Pada 1918, para ulama Minangkabau (Sumatera Barat) menjadikan masjid ini tempat musyawarah pertama, dan memikirkan bagaimana cara pengembangan agama islam dan segala sesuatu yang berkenaan dengan kehidupan beragama di Minangkabau. Selanjutnya pada 1932, Masjid Raya Ganting mendapat kehormatan sebagai tempat penyelenggara Jambore Hisbul Wathan se Indonesia.

Tahun 1942  Ir Soekarno (Presiden RI Pertama) datang ke Padang dari Bengkulu. Pada saat itu, tentara Jepang menduduki Kota Padang. Ir Soekarno pun menginap di rumah Umar Marah Alamsyah di belakang Masjid Raya Ganting. Selama berada di rumah Umar Marah Alamsyah, Soekarno menunaikan shalatnya di Masjid Raya Ganting. Pada masa terbentuknya Laskar Gyugun dan Heiho, masjid ini juga dimanfaatkan mereka untuk tempat shalat Jumat. Mereka datang ke masjid dengan tertib dan dalam barisan yang teratur, keadaan demikian berlangsung sampai Jepang kalah.

Pada periode 1945, Masjid Raya Ganting sering digunakan untuk rapat-rapat oleh para pemuda pejuang dalam mengatur strategi perang kemerdekaan. Dengan seringnya masjid ini dipakai untuk rapat oleh para pemuda pejuang, maka tentara sekutu merasa terusik dan akhirnya pecah perang antara pemuda pejuang melawan tentara sekutu di sekitar area Masjid Raya Ganting. Tentara sekutu berhasil dipukul mundur dan kalah waktu itu. Di sisi lain, jenazah jenazah pemuda pejuang yang wafat dikuburkan di kompleks kuburan di belakang masjid ini.

Dengan berhasilnya memukul mundur tentara sekutu, rupanya menimbulkan efek positif yang sangat besar artinya bagi perang kemerdekaan di Indonesia. Semenjak itu terjalinlah hubungan yang erat antara jamaah (masyarakat Ganting) dengan tentara sekutu dari India Muslim. Mereka bahkan ikut berjuang dengan pemuda dan tentara Indonesia melawan tentara sekutu (Inggris dan Gurkha). Tentara India Muslim yang bergabung dengan pemuda pejuang ini membocorkan rahasia sekutu dalam penyerangan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) di Ulu Gadut. Dalam peperangan itu, Tentara Keamanan Rakyat kembali menang gemilang.

Di tahun 1950 sampai sekarang, masjid Raya Ganting sering dikunjungi oleh tokoh-tokoh besar seperti Presiden RI Soekarno dan Wakil Presiden Dr M Hatta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX,  KH Ahmad Saigu, Jenderal Abdul Haris Nasution, Sekretaris Negara Malaysia, Rektor Universitas Al-Azhar Kairo dan banyak lagi yang lainnya.

Inilah sejarah singkat Masjid Raya Ganting. Masjid yang penuh dengan nilai-nilai histori sejarah, masjid kebanggaan yang telah berusia lanjut 212 tahun. Sekarang perjalanan masjid penuh sejarah ini telah di-estapet-kan kepada kita. Tanggung jawab kita bersama untuk memelihara, melestarikannya, menghidupkan syiar-syiar Islam dan menjaga keaslian bangunannya. Harapan kita semua agar masjid ini tetap berdiri kokoh dengan syiar-syiar Islam-nya, maka perlu adanya perawatan dan perhatian serius terhadap bangunan cagar budaya religius ini, agar  anak cucu kita  dapat belajar mendalami kajian kajian Islam dari dalam masjid peninggalan leluhurnya .

Disamping itu, media kumparan menceritakan, bahwa : Masjid Raya Gantiang menjadi:

Berkumpulnya Ulama Pembaharu
Pada tahun 1918 berkumpul seluruh ulama revolusioner Islam di Minangkabau di Masjid Raya Ganting. Pertemuan itu, untuk membahas langkah-langkah yang akan ditempuh dalam melaksanakan pemurnian ajaran agama Islam yang saat itu masih diwarnai pemahaman mistik dan khufarat.
Embarkasi Haji Pertama Sumatera Tengah
Masjid Raya Ganting juga menjadi titik embarkasi haji di Sumatera Tengah (sekarang Sumatera Barat, Riau, Jambi, dan Kepulauan Riau). Dengan berfungsinya pelabuhan Emma Haven yang kini bernama Teluk Bayur, menjadikan Masjid Raya Ganting sebagai tempat pertama di Sumatera Tengah untuk embarkasi haji. Dari masjid inilah diberangkatkan calon jamaah haji ke pelabuhan, seterusnya kapal menuju Makkah.
Sekolah Thawalib Pertama di Padang
Tahun 1921, ketika Syech H. Karim Amarullah -ayah Prof. Dr. Hamka- mendirikan sekolah Thawalib di Padang Panjang. Maka beliau juga mendirikan sekolah yang sama di dalam pekarangan Masjid Raya Ganting sebagai sarana pendidikan agama bagi masyarakat Padang saat itu. Alumni dari sekolah Thawalib ini mendirikan persatuan Muslim Indonesia (PERMI) yang merupakan cikal bakal Partai Masyumi.
Pada tahun 1932, dilaksanakan jambore nasional Hizbul Wathan se-Indonesia di Masjid Raya Ganting.
Pengungsian Presiden Soekarno
Ketika Jepang masuk ke Indonesia tahun 1942, saat itu Soekarno yang ditahan Belanda di Bengkulu diungsikan Belanda ke Kota Cane (Aceh). Namun ketika rombongan pasukan Belanda baru sampai di Painan, tentara Jepang sudah sampai di Bukittinggi. Belanda mengubah rencana semula dengan mengungsikan Soekarno ke Barus dan meninggalkan Soekarno di Painan.
Saat itu, Hizbul Wathan yang bermarkas di Masjid Raya Ganting menjemput Soekarno di Painan untuk dibawa ke Padang dengan mengunakan pedati. Selama beberapa hari Soekarno menginap di rumah pengurus di belakang Masjid Raya Ganting. Selama di sana, Soekarno salat di Masjid Raya Ganting.
Pembinaan Prajurit Pembantu Jepang
Selama pendudukan tentara Jepang (1942 -1945) di Sumatera bagian Tengah, Masjid Raya Ganting menjadi tempat pembinaan prajurit Gyugun- Hei Ho. Prajurit itu, merupakan kesatuan tentara pribumi yang dibentuk Jepang dan membantu tentara Jepang.
Kunjungan Para Tokoh
Setelah kemerdekaan, Soekarno yang terpilih sebagai Presiden RI, berkunjung ke Masjid Raya Ganting sambil napak tilas saat Sukarno diungsikan dulu dari Bengkulu-Painan dan Padang (Masjid Raya Ganting). Semenjak tahun 1950, Masjid Raya Ganting semakin ramai dikunjungi tokoh-tokoh atau pejabat negara, baik dari dalam maupun luar negeri.
Tercatat dari beberapa pejabat negara yang pernah berkunjung antara lain Wakil Presiden pertama RI Moehammad Hatta dan Wakil Presiden ke-2 RI Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Pimpinan DPR RI K.H Achmad Syaichu, Ketua DPR/MPR Jenderal Abdul Nasution, dan beberapa menteri kabinet.
Sedangkan, petinggi negara sahabat yang pernah berkunjung ke Masjid Raya Ganting antara lain Sekretaris Negara Malaysia, Saudi Arabia, Mesir, Rekor Universitas Al-Azhar Cairo Mesir, dan beberapa Mufti Hafiz Quran dari Mesir terutama pada bulan Ramadan.
Demikian sekilas sejarah panjang Masjid Gantiang yang ternyata mempunyai peran strategis dimasa-masa perjuangan kemerdekaan RI.

IAII Sumatera Barat


Ikatan Ahli Informatika Indonesia (IAII) adalah organisasi profesi yang bertujuan meningkatkan kualitas teknologi informasi di Indonesia, melindungi masyarakat dari praktek buruk layanan ahli informatika, meningkatkan kemakmuran, martabat, kehormatan, dan peran ahli informatika Indonesia dalam rangka mencapai tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercantum pada Pembukaan UUD 1945. Profil IAII