Tanah Datar, 24 Agustus 2025 – Nagari Batipuah Ateh di Kabupaten Tanah Datar tidak hanya dikenal dengan Kawa Daun, tetapi juga memiliki kuliner tradisional khas lainnya yang menggugah selera, yaitu Lamang Kujuik.
Lamang Kujuik merupakan makanan tradisional Minangkabau yang terbuat dari beras ketan berkualitas, dimasak dalam buluh bambu kecil (kujuik) dengan campuran santan kental, lalu dibakar hingga matang. Proses memasaknya yang unik menghasilkan aroma harum khas bambu, rasa gurih legit, serta tekstur pulen yang disukai banyak orang. Tidak heran, Lamang Kujuik sering hadir dalam berbagai acara adat, perayaan, hingga suguhan khas bagi wisatawan yang berkunjung.
Sejarah dan Asal-Usul
Lamang telah lama dikenal dalam tradisi Minangkabau, terutama dalam acara adat, perayaan panen, hingga jamuan khusus bagi tamu kehormatan. Versi “kujuik” lahir di Batipuah Ateh, ditandai dengan penggunaan bambu berukuran kecil yang lebih praktis dan mudah disajikan. Sejak dahulu, Lamang Kujuik tidak sekadar makanan, tetapi juga simbol kebersamaan karena proses pembuatannya melibatkan banyak orang.
Proses Pembuatan
Lamang Kujuik dibuat dengan langkah-langkah tradisional yang hampir tak berubah dari generasi ke generasi. Beras ketan direndam, lalu dicampur dengan santan gurih dan sedikit garam. Adonan dimasukkan ke dalam bambu kecil yang dilapisi daun pisang, kemudian dibakar perlahan di atas bara api. Aroma harum bambu berpadu dengan santan menghasilkan cita rasa gurih, pulen, dan khas yang tak tergantikan.
Keunikan Lamang Kujuik tidak berhenti pada rasanya. Setelah matang, Lamang dibungkus kembali dengan daun pisang dan diikat erat menyerupai kain kafan pada jenazah. Inilah ciri khas yang membedakan Lamang Kujuik Batipuah Ateh dari lamang di daerah lain.
Filosofi Ikatan Kain Kafan
Bagi masyarakat Batipuah Ateh, ikatan Lamang Kujuik seperti kain kafan dimaknai sebagai:
-
Pengingat akan kematian – bahwa hidup bersifat sementara, dan setiap manusia akan kembali pada Sang Pencipta.
-
Kesederhanaan dan kesakralan – makanan ini menjadi pengingat pentingnya hidup sederhana dan berpegang pada nilai-nilai tradisi.
-
Simbol persatuan – ketan yang lengket melambangkan eratnya persaudaraan, sedangkan ikatan daun pisang melambangkan keterikatan sosial yang tak terpisahkan hingga akhir hayat.
Dengan demikian, menyantap Lamang Kujuik tidak hanya soal rasa, tetapi juga pengalaman spiritual dan budaya.
Kini, produk Lamang Kujuik dari Batipuah Ateh tengah dikembangkan oleh pelaku UMKM lokal agar lebih siap bersaing di pasar yang lebih luas. Dengan sentuhan inovasi berupa kemasan higienis dan menarik, Lamang Kujuik tidak hanya menjadi makanan tradisional, tetapi juga berpotensi menjadi oleh-oleh khas Tanah Datar yang bernilai ekonomi tinggi.
Dalam kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh Politeknik Negeri Padang pada 23–24 Agustus 2025, UMKM Lamang Kujuik turut mendapat pendampingan. Tim pengabdian yang dipimpin oleh Dr. Ir. Yuhefizar, S.Kom., M.Kom. bersama dosen Raemon Syaljumaeri, S.Kom., M.Kom. dan Ervan Asri, S.Kom., M.Kom., serta menghadirkan narasumber ahli Ibu Sumema, S.Ds., M.Ds. dan Bapak Yori Adi Atma, S.Kom., M.Kom., membantu UMKM dalam pembuatan branding, kemasan modern, dan strategi pemasaran digital melalui marketplace.
“Kami ingin Lamang Kujuik tidak hanya bertahan sebagai makanan tradisional di Batipuah Ateh, tetapi juga menjadi produk unggulan UMKM yang bisa dinikmati masyarakat luas, baik di Sumatera Barat maupun di luar daerah,” ungkap Dr. Yuhefizar.
Sementara itu, salah seorang pelaku UMKM Lamang Kujuik menyampaikan rasa optimisnya. “Dengan adanya bimbingan ini, kami jadi lebih percaya diri membawa Lamang Kujuik ke pasar modern. Semoga produk kami bisa menjadi oleh-oleh khas Batipuah Ateh yang semakin dikenal banyak orang,” ujarnya.
Sementara itu, Wali Nagari Batipuah Ateh memberikan apresiasi tinggi atas kegiatan pengabdian yang dilakukan oleh tim dosen Politeknik Negeri Padang. “Kami sangat berterima kasih atas kepedulian akademisi dalam membantu UMKM kami. Kehadiran dosen dan narasumber profesional ini membuka wawasan baru bagi pelaku usaha, khususnya dalam pengemasan dan pemasaran digital. Semoga kolaborasi ini terus berlanjut, sehingga Lamang Kujuik dan produk tradisional lainnya benar-benar bisa menjadi kebanggaan Batipuah Ateh sekaligus mengangkat perekonomian nagari,” ujarnya.
Lamang Kujuik adalah bukti bahwa makanan tradisional bukan sekadar pengisi perut, melainkan juga penyampai pesan budaya, pengingat spiritual, dan perekat sosial. Dengan inovasi UMKM dan dukungan akademisi, Lamang Kujuik kini berpeluang menjadi ikon kuliner Batipuah Ateh yang tak hanya lestari, tetapi juga mendunia.
Dengan dukungan inovasi kemasan, strategi pemasaran digital, serta sinergi antara akademisi, pemerintah nagari, dan pelaku usaha, Lamang Kujuik Batipuah Ateh diharapkan mampu menembus pasar lebih luas, sekaligus menjadi ikon kuliner tradisional Minangkabau yang memperkuat identitas budaya dan perekonomian masyarakat lokal.
Leave a Reply