Lebih Baik Lelah daripada Diam: Refleksi dari Seorang Nenek di Pinggir Kota

#CatatanJalanPagi

Padang — Pagi masih basah oleh embun ketika langkah kaki ini menapak pelan di sepanjang jalan utama Kelurahan Koto Lalang, kawasan pinggiran Kota Padang. Udara segar menyapa, dan jalanan mulai ramai oleh lalu-lalang warga yang mengawali hari. Dalam rutinitas jalan kaki yang biasa saya lakukan, pagi ini saya dipertemukan dengan sosok luar biasa: seorang nenek berusia sekitar 65 tahun, berjalan cepat, seperti sedang mengejar waktu dengan menenteng kantong yang berisi bekal untuk makan siang.

Dari kejauhan saya menyangka beliau mungkin sedang berolahraga. Tapi langkahnya begitu fokus dan cepat, tak seperti orang yang sekadar ingin sehat. Saya percepat langkah, menyapanya ramah, dan beliau pun menyambut dengan senyum hangat. Di antara derap langkah kaki kami, percakapan mengalir.

“Pagi-pagi sudah semangat sekali, Nek. Mau ke mana?”
“Ke tempat kerja, Nak,” jawabnya ringan.

Saya tercekat sejenak. Tempat kerja?

Beliau bercerita, setiap hari berangkat dari rumahnya di Kelurahan Koto Lalang berjalan kaki menujua pasar Bandar Buat untuk naik angkot. Untuk mencapai tempat kerja di kawasan ByPass Padang, beliau harus naik dua kali angkot, menyusuri perjalanan cukup jauh. Setibanya di sana, beliau bekerja membersihkan kulit manis — pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan kekuatan tangan yang tidak bisa dianggap remeh.

“Saya sudah kerja di sana hampir 20 tahun,” katanya.
“Daripada di rumah, mending saya bekerja. Bisa bergerak, badan sehat, dan ada tambahan biaya untuk kebutuhan sehari-hari.”


🧕 Semangat Tak Mengenal Usia

Sang nenek tak menyebutkan keluhan. Tak ada keluh kesah soal usia, lelah, atau penghasilan. Yang terdengar justru semangat dan rasa syukur. Tubuhnya mungkin tak sekuat dulu, tapi semangatnya menyala seperti api muda. Ia adalah gambaran nyata dari pepatah lama: tua itu pasti, tapi semangat muda bisa dijaga.

Kita sering mengeluh karena pekerjaan terasa berat. Tapi di hadapan nenek ini, alasan-alasan itu runtuh. Beliau tidak lagi mengejar karir atau prestise — ia hanya ingin tetap bermanfaat, mandiri, dan tidak menjadi beban bagi orang lain.


🌾 Hikmah dari Langkah Seorang Nenek

💡 1. Nilai Kerja: Bekerja adalah Anugerah

Di saat banyak orang menganggap pensiun sebagai alasan untuk berhenti total, sang nenek justru melihat bekerja sebagai cara untuk menjaga harga diri. Ia tidak menggantungkan tangan pada anak atau tetangga, tapi tetap mencari nafkah meski dengan tenaga yang tersisa.

🧠 2. Kesehatan dari Gerak dan Niat Baik

Sambil bercanda, beliau berkata, “Kalau di rumah, saya malah sakit. Kalau kerja, badan bergerak, pikiran jalan.” Ini bukan sekadar pengalaman pribadi, tapi juga pelajaran penting: tubuh yang terus bergerak akan lebih sehat, apalagi jika digerakkan oleh niat baik.

🤝 3. Keteladanan Sosial: Malu Berdiam, Semangat Memberi

Di usia yang kebanyakan orang gunakan untuk istirahat, beliau memilih untuk tetap produktif. Sikap ini menginspirasi bahwa kemiskinan sejati bukanlah soal materi, tapi ketika seseorang berhenti ingin berguna.


📍 Catatan Kecil dari Jalan Kota Padang

Pagi itu, saya tak hanya bertemu dengan seorang nenek. Saya bertemu dengan keteladanan. Dalam langkah cepatnya, ada pesan bahwa hidup bukan tentang seberapa lama kita hidup, tapi seberapa banyak makna yang kita torehkan.

Jika dunia hari ini dipenuhi keluh kesah, semoga semangat sang nenek dari Koto Lalang bisa menjadi cahaya kecil — yang mengingatkan kita untuk terus melangkah, terus bersyukur, dan terus memberi makna, tak peduli berapa pun usia kita.


“Jangan remehkan langkah kecil, jika itu dilakukan dengan hati besar.”
— Refleksi Pagi di Kota Padang

IAII Sumatera Barat


Ikatan Ahli Informatika Indonesia (IAII) adalah organisasi profesi yang bertujuan meningkatkan kualitas teknologi informasi di Indonesia, melindungi masyarakat dari praktek buruk layanan ahli informatika, meningkatkan kemakmuran, martabat, kehormatan, dan peran ahli informatika Indonesia dalam rangka mencapai tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercantum pada Pembukaan UUD 1945. Profil IAII