
Padang, 4 April 2025- Jumat selalu menjadi hari ditunggu-tunggu oleh para relawan tim Jum’at Barokah Pedagang Pasar Bandar Buat, ada kebahagian saja jika hari Jum’at datang katanya. Setiap pekan, para pedagang di pasar ini menyisihkan sebagian rezeki mereka untuk berbagi paket sembako kepada mereka yang membutuhkan. Biasanya, penerima manfaat telah didata sebelumnya. Tapi hari ini (Jum’at, 4 April 2025) berbeda. Kami memilih turun langsung ke jalan, membiarkan takdir mempertemukan kami dengan mereka yang benar-benar membutuhkan. Tak ada yang menyangka bahwa hari ini akan menjadi salah satu hari paling mengharukan dalam sejarah program Jumat Barokah.
Biasanya, penerima bantuan telah didata sebelumnya berdasarkan masukan dari para pedagang pasar. Tapi kali ini, tim memutuskan untuk mencari penerima secara on street . Kami ingin bertemu langsung dengan orang-orang yang sedang berjuang keras di sudut-sudut jalan, tanpa tahu siapa yang akan ditemui atau bagaimana cerita kehidupan yang akan kami dengar. Dalam setiap langkah perjalanan, Tuhan seolah merancang pertemuan-pertemuan istimewa yang menyentuh hati. Kami membiarkan takdir menuntun kami.
Bapak Tua Penjual Buah: Perjuangan Senja yang Tak Pernah Padam
Di tengah jalan raya yang ramai, mata tim tertuju pada sosok lelaki tua yang mendorong gerobak penuh buah-buahan. Tubuhnya yang kurus, namun tetap semangat dan tangannya tetap kuat memegang gagang gerobak. Kakinya melangkah pelan, seolah menyeret beban hidup yang begitu berat. Di usianya yang sudah senja, ia masih harus bekerja keras demi memenuhi kebutuhan keluarga.
Mobik kamipun berhenti tidak jauh dari sang bapak, kami mendekati sambil membeli buah-buahan yang dia jual dan bertanya-tanya tentang kondisi kesehatan dan kondisi ekonomi keluarga, dalam seusia beliau ternyata beliau maish tinggal mengontrak dan berjualan untuk menambah-nambah ekonomi keluarga ujarnya. Kamipun menyerahkan paket sembako untuk sang Bapak. Terlihat mata tiba-tiba berkaca-kaca begitu paket bantuan diserahkan dan tangannya gemetar saat menerima bingkisan itu. “Alhamdulillah… terima kasih ya, Ini rezeki yang tidak saya sangka hari ini,” katanya dengan suara lirih.
Rumah Sederhana di Ujung Jalan: Sebuah Mukjizat Kecil
Ternyata mobil kami berhenti tepat didepan sebuah rumah tua dengan pintu terbuka, seperti undangan dari Yang Maha Kuasa. Di dalam, seorang kakek berusia 90 tahun duduk di kursi kayu sedang makan. Tubuhnya kurus, wajahnya dipenuhi garis usia namun terlihat tegar. Kami pikir ia sedang sakit, tetapi kemudian seorang ibu muda keluar dari dalam rumah. Ia baru saja melahirkan, wajahnya lelah namun tetap penuh harapan. Saat ditanyakan kebutuhan keluarga, sang ibu muda mengungkapkan bahwa dirinya sangat membutuhkan sayur-mayur untuk keperluan ASI bayinya. “Ini betul yang saya butuhkan saat ini,” katanya dengan mata berkaca-kaca, saat tim menyerahkan bantuan sembako. Sementara suaminya, seorang tukang ojek, berjuang dengan penghasilan yang tak menentu. Sejenak, kami terdiam. Takdir telah membawa kami ke sini, kepada mereka yang benar-benar membutuhkan uluran tangan. Kami menyerahkan paket sembako, berharap sedikit beban mereka terbantu.
Tim pun merasa, inilah salah satu keajaiban Tuhan: berhenti di tempat yang tepat, di waktu yang tepat, untuk membantu keluarga yang benar-benar membutuhkan.
Pemuda Pengumpul Sampah yang Menolak Menyerah
Melanjutkan perjalanan, tim singgah di rumah salah satu relawan untuk berlebaran. Setelah itu, saat melewati persimpangan Kampuang Nias, kami melihat seorang pemuda yang sedang mengemasi sampah ke dalam gerobaknya yang berupa sepeda bukan motor dan ban sepedanyapun bocor, sehingga ia harus mendorongnya dengan susah payah. Wajahnya penuh keringat, namun matanya tetap bersinar dengan semangat yang luar biasa. Kami mendekat dan melihat salah satu bannya bocor. Namun, ia tetap berjuang, mendorong sepedanya yang sarat dengan beban.
Saat dihampiri, beliau bercerita bahwa ia belum menikah dan memiliki beberapa adik yang masih butuh biaya. Meski tidak lulus sekolah dan tidak bisa membaca atau menulis, ia tetap bekerja keras tanpa kenal lelah. “Saya kadang tidur di depan rumah karena kondisi,” ungkapnya sambil mencoba tersenyum. “Namun, saya bersyukur masih bisa bekerja.”. “Bantuan ini akan langsung saya berikan ke orang tua,” katanya penuh syukur, sambil tersenyum. Senyum itu sederhana, tapi begitu dalam maknanya.
Ia bercerita bahwa sepeda itu adalah hasil jerih payahnya selama bertahun-tahun, dan meski sering rusak, ia selalu memperbaikinya sendiri agar bisa terus bekerja. Mendengar ceritanya, hati setiap anggota tim seperti diremas-remas. Betapa besar perjuangan pemuda ini, yang meski hidup dalam kesulitan, tetap tegar menjalani hidup, meski dirinya tidak bisa membaca atau menulis. Hidup mungkin tidak memberinya banyak pilihan, tapi ia memilih untuk tetap berusaha. “Semoga berkah da”, pungkasnya sambil bergegas pulang, seolah-olah tak sabar menyerahkan bantuan tersebut ke orang tuanya. Terpancar wajah bahagia dan semangatnya, membuat tim relawan tersentuh, alhamdulillah kita telah membantu orang yang sangat tepat, ujar salah
Sepasang Suami Istri Pemulung: Doa yang Menggugah Jiwa
Di akhir perjalanan, tim bertemu sepasang suami istri pemulung yang sedang membawa hasil kerja keras mereka becak motor butut. Awalnya mereka tampak ragu saat kami menghampiri, mungkin mengira kami aparat yang akan menertibkan mereka. Namun, setelah kami menjelaskan tujuan kami, wajah mereka berubah. Sang istri tak henti-hentinya mengucap syukur. “Iko bana (ini betul) yang kami butuhkan saat ini,” katanya sambil menundukkan kepala. Tatapan matanya syahdu saat mengenang bulan puasa lalu, ketika mereka sempat tidak punya beras untuk dimakan. Ia bercerita bahwa saat Ramadan kemarin, mereka pernah tidak punya sebutir beras pun untuk dimakan. Tapi entah bagaimana, Allah selalu menghadirkan orang-orang baik dalam hidup mereka. Hari ini, kami menjadi bagian dari takdir itu.
“Waktu itu, kami benar-benar putus asa. Tapi tiba-tiba ada orang dermawan yang membantu kami dua karung beras. Alhamdulillah, selalu ada orang baik yang dihadirkan Allah untuk kami,” tuturnya dengan suara gemetar. Beliau juga mendoakan agar Program Jumat Barokah terus berjalan, dan semua donatur serta tim relawan diberi kesehatan, kelapangan rezeki, serta keberkahan hidup. Doa itu terdengar begitu tulus, seolah-olah keluar dari lubuk hati yang paling dalam.
Inilah Jumat Barokah: Di Mana Air Mata dan Senyum Menjadi Satu
Jumat Barokah bukan hanya tentang berbagi sembako. Ini tentang harapan, tentang keajaiban kecil yang muncul di tengah kesulitan. Ini tentang menyentuh hati mereka yang mungkin sudah terlalu lelah berjuang sendirian. Hari ini, kami belajar bahwa satu bantuan kecil bisa berarti sangat besar bagi seseorang. Kami pulang dengan hati yang hangat, dengan doa-doa tulus yang mereka panjatkan untuk kami.
Semoga program ini terus berjalan, dan semoga semakin banyak tangan-tangan dermawan yang ingin menjadi bagian dari perjalanan ini. Karena di luar sana, masih banyak yang membutuhkan uluran tangan kita, lebih dari yang kita bayangkan.
Hari ini, kami tak sekadar membagi sembako. Kami menyaksikan betapa hidup bisa begitu keras, tapi juga betapa manusia masih bisa begitu kuat. Setiap paket yang kami bawa adalah tanda bahwa mereka tidak sendirian.
Kita semua bisa menjadi bagian dari harapan mereka. Setiap Jumat, sedekah bisa mengubah hidup seseorang.
Donasi bisa disalurkan ke:
📌 Rekening Jumat Barokah Pasar Bandar Buat: Bank BRI: No rekening: 546401041624539
📱 Nomor WA Relawan: HENGKY (+62 813-7444-4473), ALFIANTO (+62 813-7153-3502)
“Barangsiapa memberi makan orang yang lapar, Allah akan memberinya makan dari buah-buahan surga.” (HR. Tirmidzi)**
Mari bersama-sama hidupkan harapan. Karena di setiap paket sembako, ada doa yang tak terucap.
#JumatBarokah #SedekahYangMenyelamatkan #PedagangPasarBandarBuatPeduli
Setiap donasi akan disalurkan langsung oleh tim relawan. Laporan keuangan transparan bisa diakses via grup WA komunitas. Kami percaya, rezeki yang baik harus sampai ke tangan yang tepat.
Pertanyaan yang sering ditanyakan terkait program ini:
Pertanyaan yang Sering ditanyakan terkait Program Jum’at Barokah Pedagang Pasar Bandar Buat