
Lintau – Di balik hamparan sawah dan perbukitan nan hijau di Nagari Lubuak Jantan, Lintau Buo Utara, tersimpan kisah kepahlawanan seorang perempuan tangguh bernama Siti Hadjir. Namanya mungkin tak setenar Cut Nyak Dien atau R.A. Kartini, namun kontribusinya dalam melawan penjajahan Belanda patut dikenang sebagai bagian dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Siti Hadjir adalah satu-satunya tokoh perempuan dari Lintau Buo yang berani mengangkat senjata melawan kebijakan kolonial yang menindas rakyatnya. Ia bukan sekadar pejuang biasa; ia adalah simbol keteguhan hati dan keberanian perempuan Minangkabau yang tidak gentar menghadapi tantangan besar.
Masa Muda dan Latar Belakang
Siti Hadjir lahir pada akhir abad ke-19, di sebuah nagari kecil di Lintau Buo, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Meski tanggal lahirnya tidak diketahui secara pasti, tradisi lisan menyebut bahwa ia tumbuh dalam keluarga yang taat menjunjung nilai-nilai adat dan agama Islam. Sebagai bagian dari masyarakat Minangkabau yang menganut sistem matrilineal, Siti Hadjir sejak kecil dididik untuk memiliki jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab sosial.
Kehidupan Siti Hadjir berubah drastis ketika pemerintah kolonial Belanda mulai menerapkan sistem Belasting (pajak) kepada masyarakat Lintau Buo pada tahun 1908. Kebijakan ini dinilai memberatkan dan bertentangan dengan nilai-nilai lokal, sehingga memicu kemarahan besar di kalangan masyarakat.
Perlawanan Bersejarah
Pada tahun yang sama, masyarakat Lintau Buo melakukan serangan pertama terhadap markas Belanda. Sayangnya, serangan ini berakhir tragis karena banyak penduduk yang tewas. Setelah kegagalan tersebut, masyarakat mengadakan musyawarah di Surau Koto untuk merencanakan strategi lanjutan. Namun, situasi menjadi semakin genting ketika tidak ada kaum laki-laki yang bersedia memimpin pasukan karena risiko besar yang harus dihadapi.
Dalam momen kritis itu, Siti Hadjir tampil sebagai pemimpin. Dengan keberanian luar biasa, ia menyamar sebagai laki-laki dan memimpin pasukan untuk menyerang kembali pasukan Belanda. Dalam pertempuran sengit tersebut, banyak korban yang berjatuhan dari kedua belah pihak. Salah satu pencapaian besar dalam pertempuran ini adalah tewasnya Kontrolleur Belanda , meskipun istri sang kontrolleur berhasil selamat.
Keberanian Siti Hadjir tidak hanya membuktikan bahwa perempuan juga bisa menjadi pemimpin di medan perang, tetapi juga menginspirasi masyarakat Lintau Buo untuk terus melawan penindasan kolonial.
Warisan Sejarah dan Penghormatan
Setelah perjuangannya melawan Belanda, Siti Hadjir meninggal dunia. Tidak ada catatan pasti tentang kapan dan bagaimana ia wafat, namun makamnya masih dapat ditemui di Jorong Nusa Indah, Nagari Lubuak Jantan, Lintau Buo . Lokasi makam ini menjadi tempat ziarah dan penghormatan bagi masyarakat setempat serta para peziarah yang ingin mengenang jasa-jasanya.
Pada tahun 1949, Belanda mendirikan monumen untuk mengenang Kontrolleur Belanda yang tewas dalam pertempuran melawan Siti Hadjir. Monumen ini diberi nama Kolonel Hellman . Meskipun Belanda berusaha mengabadikan kenangan atas kekalahan mereka, masyarakat Lintau Buo tetap menghormati Siti Hadjir sebagai pahlawan yang telah memperjuangkan harga diri dan martabat bangsa.
Pelajaran dari Kisah Siti Hadjir
Kisah Siti Hadjir mengajarkan kita tentang pentingnya keberanian, kesetaraan, dan perjuangan melawan ketidakadilan. Ia membuktikan bahwa perempuan tidak hanya berperan dalam urusan domestik tetapi juga mampu memimpin dan berdiri di garis depan dalam perjuangan politik dan militer.
Meskipun data tentang kehidupannya masih terbatas, warisan nilai-nilai yang dibawa oleh Siti Hadjir tetap hidup dalam ingatan kolektif masyarakat Lintau Buo. Kisahnya menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk tidak takut melawan ketidakadilan dan menunjukkan bahwa keberanian tidak dibatasi oleh gender.
Menyambangi Makam Siti Hadjir
Bagi Anda yang ingin mengenang jasa-jasa Siti Hadjir, kunjungan ke makamnya di Jorong Nusa Indah adalah pilihan yang tepat. Suasana tenang dan asri di sekitar makamnya akan membawa Anda pada refleksi tentang perjuangan dan pengorbanan para pahlawan bangsa.
Siti Hadjir mungkin belum secara resmi diakui sebagai pahlawan nasional, namun kontribusinya dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda tidak bisa dilupakan. Semoga kisahnya terus dilestarikan sebagai bagian dari identitas bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai keberanian, kesetaraan, dan perjuangan melawan penindasan.
Biografi Singkat Siti Hajir
Nama: Siti Hajir
Lahir: Tidak diketahui (abad ke-19, Lintau Buo, Sumatera Barat)
Wafat: Tidak diketahui (dimakamkan di Jorong Nusa Indah, Nagari Lubuak Jantan, Lintau)
Gelar: Pahlawan Perempuan Lintau Buo
Siti Hajir adalah seorang tokoh perempuan pemberani dari Lintau Buo, Sumatera Barat, yang dikenal karena kepemimpinannya dalam melawan penjajahan Belanda. Pada tahun 1908, ketika Belanda menerapkan sistem Belasting (pajak) yang memberatkan rakyat, Siti Hajir muncul sebagai pemimpin perlawanan. Dalam musyawarah di Surau Koto, tidak ada laki-laki yang bersedia memimpin pasukan. Dengan berani, Siti Hajir menyamar sebagai laki-laki dan memimpin serangan terhadap markas Belanda. Pertempuran sengit terjadi, dan banyak korban berjatuhan dari kedua belah pihak, termasuk Kontrolleur Belanda yang tewas.
Keberanian Siti Hajir menjadikannya simbol perlawanan rakyat Lintau Buo. Meskipun tidak banyak catatan sejarah tentang kehidupan pribadinya, namanya tetap dikenang sebagai pahlawan perempuan yang gigih membela hak rakyatnya. Makamnya terletak di Jorong Nusa Indah, Nagari Lubuak Jantan, Lintau, dan menjadi situs sejarah yang dihormati oleh masyarakat setempat.
Berita ini ditulis sewaktu kunjungan kami ke Makam SIti Hadjir pada hari Jum’at, 28 Februari 2025.