
Lokomotif uap legendaris ”Mak Itam” kembali beroperasi menarik kereta wisata di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Kehadirannya disambut semarak warga sekitar yang rindu akan jeritan lokomotif tua itu.
Asap kelabu membubung dari cerobong ke udara diiringi suara desiran. Seratusan orang berkumpul di sekitar lokomotif tua berwarna hitam itu. Peluit lokomotif beberapa kali memekik. ”Mak Itam” perlahan melaju meninggalkan Stasiun Sawahlunto di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat.
Mak Itam adalah sebutan bagi lokomotif uap E 1060 buatan Hartmann Chemnitz di Esslingen, Jerman, pada 1965. Lokomotif ini diresmikan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir untuk kembali beroperasi sebagai penarik kereta wisata, Selasa (20/12/2022).
Lokomotif uap ini menarik satu gerbong penumpang. Gerbong kayu buatan 1920 ini dapat memuat 30 penumpang. Pada perjalanan perdana menuju Stasiun Muaro Kalaban, Selasa siang itu, kereta mengangkut sekitar 25 orang, termasuk sejumlah pejabat.
Kembali beroperasinya Mak Itam disambut sukacita. Di kiri-kanan rel di pusat kota, warga dengan antusias berjejer menyaksikan kereta melaju. Mereka melambaikan tangan dan sebagian lainnya mengacungkan kamera ponsel untuk mengabadikan momen.
Antusiasme serupa juga terlihat saat kereta hampir mendekati dan sampai di Stasiun Muaro Kalaban, Kecamatan Silungkang. Warga dari kalangan anak-anak hingga lanjut usia terpaku memandang Mak Itam.
”Senang sekali melihat Mak Itam hidup kembali. Lokomotif ini kebanggaan masyarakat Sawahlunto,” kata Syahrial (49), warga setempat yang menyaksikan Mak Itam bersama anak dan cucunya di Stasiun Muaro Kalaban.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F12%2F21%2Ff6502c20-d8e1-4e2c-a54b-1200f9308753_jpg.jpg)
Suasana di dalam gerbong kereta api uap Mak Itam yang melakukan perjalanan perdana saat diresmikan di Stasiun Sawahlunto, Kelurahan Pasar, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, Selasa (20/12/2022).
Jarak Stasiun Sawahlunto di pusat kota ke Stasiun Muaro Kalaban sekitar 4 kilometer (km). Siang itu kereta melaju dengan kecepatan rata-rata 12 km per jam. Perjalanan pun relatif nyaman. Gerbong kereta yang ber-AC terasa sejuk.
Penumpang duduk berderet di bangku panjang yang saling membelakangi menghadap jendela. Di sepanjang jalan, penumpang bisa menikmati pemandangan kebun, sawah, sungai, permukiman, dan sebagainya.
Selain itu, momen yang ditunggu-tunggu adalah melewati terowongan ”Lubang Kalam”. Pemandangan dari jendela seketika kalam (gelap) saat melewati terowongan sempit sepanjang 828 meter ini. Penumpang tak perlu khawatir karena lampu gerbong relatif terang.
Saat di Lubang Kalam, aroma asap hasil pembakaran batubara terasa pekat. Walakin, para penumpang tak terlalu menghiraukan. Mereka justru bahagia dan antusias berfoto-foto saat kereta berada di Lubang Kalam.
”Saat lewat Lubang Kalam, saya jadi ingat almarhum Bapak, Pak Hasan, saat dia masih bekerja menjaga Lubang Kalam,” kata Nurma Hayati (59), warga Muaro Kalaban yang menumpang kereta Mak Itam, saat kembali ke Stasiun Sawahlunto.
Nurma bercerita, semasa kecil, ia sering naik kereta. Ia raun-raun bersama sang ayah ke Solok. Saat sudah menikah, Nurma juga sering naik kereta ke rumah mertua di Padang Panjang bersama suami.
Melihat kereta Mak Itam kembali beroperasi membuatnya bergembira. ”Kalau bisa, kereta disambung ke kota lain, seperti dulu. Tidak pun sampai ke Padang Panjang, sampai ke Solok saja sudah jadi,” ujar Nurma.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F12%2F21%2F538aef8a-a4d2-4497-8a48-3e1531eeb04a_jpg.jpg)
Suasana di dalam gerbong kereta api uap Mak Itam yang melakukan perjalanan perdana saat diresmikan di Stasiun Sawahlunto, Kelurahan Pasar, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, Selasa (20/12/2022).
Ketua DPRD Sawahlunto Eka Wahyu, yang ikut menikmati perjalan perdana Mak Itam, berharap akses transportasi kereta api di Sawahlunto jangan sampai terputus lagi. Kalau dapat, ke depan ada kereta lain yang bisa menyambung rute Mak Itam menuju daerah lain seperti dahulu kala.
”Keinginan masyarakat Sawahlunto, kereta hidup lagi. Dulu tahun 1980-an, ada kereta api dari Sawahlunto ke Solok, ke Padang Panjang, hingga ke Padang,” kata politisi Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) ini.
Sejarah
Di masa lampau, Mak Itam yang dikirim ke Sawahlunto pada 1966 merupakan salah satu lokomotif uap yang menjadi moda transportasi penting untuk menarik gerbong batubara dari tambang batubara Ombilin di Sawahlunto ke Pelabuan Emmahaven atau Teluk Bayur di Padang.
Kepala Pusat Pelestari Benda dan Aset Bersejarah PT KAI Ella Ubaidi mengatakan, Mak Itam adalah generasi lokomotif uap di masa akhir kejayaannya tahun 1965-1966. Generasi pertama jenis lokomotif ini adalah generasi 1926 buatan Esslingen, Jerman, yang mampu menaiki jalur rel menanjak yang ditopang gerigi khusus (Kompas, 8/10/2013).
Keberadaan kereta uap di Sumbar pada masa kejayaannya tak terlepas dari penemuan batubara kualitas terbaik di Sawahlunto. Pada abad ke-19, batubara adalah bahan bakar penting untuk moda transportasi, termasuk kapal. Belanda yang menjajah Sumbar waktu itu segera mengupayakan jalur efektif pengangkutan batubara.
Belanda membangun sekitar 150 km jalur kereta dari Pelabuhan Emmahaven ke Sawahlunto dengan melintasi Lembah Anai dan menyusuri Danau Singkarak. Jalur kereta dibangun oleh Sumatra Staats Spoorwegen atau perusahaan kereta api negara Sumatera mulai 1981 dan tuntas pada 1894.
Sejak saat itu, tambang batubara di Sawahlunto mengalami masa kejayaan. Sejak lokomotif diesel dioperasikan tahun 1970-an, pengangkutan batubara semakin bergairah. Setelah melalui masa-masa itu, produksi tambang batubara merosot. Pada 2003, pengangkutan batubara dengan kereta api dihentikan.
Adapun Mak Itam pada 1997 dibawa ke Museum Kereta Api Ambarawa untuk diperbaiki (Kompas, 5/12/2008). Lokomotif lalu digunakan untuk perjalanan wisata Ambarawa-Bedono 1-2 kali dalam setahun.
Nanti (reaktivasinya) kita lanjutkan lagi sampai (Stasiun) Silungkang.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F12%2F21%2F1631e393-b133-4fee-b085-9895a9d14ea2_jpg.jpg)
KOMPAS/YOLA SASTRA
Kereta api uap Mak Itam bersiap-siap untuk perjalanan perdana saat diresmikan untuk beroperasi kembali di Stasiun Sawahlunto, Kelurahan Pasar, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, Selasa (20/12/2022).
Atas desakan masyarakat Sumbar, termasuk organisasi Masyarakat Peduli Kereta Api Sumbar (MPKAS), Mak Itam kembali ke Sawahluto. Lokomotif ini tiba di Sawahlunto pada 14 Desember 2008 setelah menempuh 10 hari perjalanan darat dari Museum Kereta Api Ambarawa (Kompas, 4/1/2009).
Sekembalinya dari Ambarawa, Mak Itam resmi beroperasi di Sawahlunto pada 21 Februari 2009 sebagai kereta wisata (Kompas, 23/2/2009). Namun, pada Maret 2013, lokomotif ini berhenti beroperasi. Kerusakan 12 pipa pemanas membuat tekanan uap yang dihasilkan dari pembakaran batubara tidak cukup menggerakkan roda lokomotif (Kompas, 26/5/2014).
Perbaikan
Enam bulan terakhir, Mak Itam mulai diperbaiki. Begitu pula dengan reaktivasi jalur kereta dari Stasiun Sawahlunto-Stasiun Muaro Kalaban sepanjang 4 km. Proyek ini didukung oleh empat BUMN, yaitu KAI, Pupuk Indonesia, Biofarma, dan Semen Indonesia Group. Anggarannya sekitar Rp 20 miliar (Kompas.id, 20/12/2022).
Pelaksana Pemeliharaan Monthly Check UPT Depo Lokomotif Besar C Padang Akmal Junaidi (23), Kamis (22/12/2022), mengatakan, proses perbaikan juga melibatkan teknisi dari Museum Kereta Api Ambarawa, Semarang.
Menurut Akmal, ada 76 batang dari 115 batang pipa api dan 1 pipa flombus yang diganti dalam perbaikan. ”Pipanya dipesan di Jerman, tidak ada diproduksi di Indonesia,” katanya. Selain itu, teknisi juga memperbaiki setang kopel serta membuat kuningan ring piston dan komponen lain.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F12%2F20%2Fa13e6756-1933-41cd-b6c0-1458d4d6b35e_jpg.jpg)
KOMPAS/YOLA SASTRA
Petugas menyiapkan kereta api uap Mak Itam untuk perjalanan perdana saat diresmikan untuk beroperasi kembali di Stasiun Sawahlunto, Kelurahan Pasar, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, Selasa (20/12/2022).
Akmal menambahkan, kondisi Mak Itam pun saat ini sudah siap jalan. Namun, perawatannya harus ekstra karena sudah tua. Setiap kali jalan, teknisi harus mengecek kondisi lokomotif dan segera melakukan perbaikan jika ada kerusakan.
”Kecepatannya dibatasi maksimal 20 km per jam untuk menjaga keawetannya. Tinggal satu soalnya. Kalau dulu, saat masih prima bisa lebih dari 60 km per jam,” ujarnya.
Menteri BUMN Erick Thohir saat peresmian mengatakan, pengoperasian kembali kereta api wisata Mak Itam untuk menunjang pariwisata di Sawahlunto. Apalagi, di Sawahlunto terdapat warisan dunia UNESCO berupa tambang batubara Ombilin. ”Nanti (reaktivasinya) kita lanjutkan lagi sampai (Stasiun) Silungkang,” kata Erick.
Jadwal kereta
Wakil Wali Kota Sawahlunto Zohirin Sayuti mengatakan, untuk selanjutnya, pemerintah kota bersama PT KAI Divisi Regional Sumbar bekerja sama menetapkan jadwal operasi Mak Itam dan harga tiketnya. ”Rencana kereta akan beroperasi dua kali sepekan. Kalau banyak peminatnya, tentu harinya akan kami tambah,” katanya.
Menurut Zohirin, kereta ini dioperasikan oleh PT KAI. Sementara itu, pemkot melalui dinas kebudayaan juga menyediakan anggaran sebagai pendukung biaya operasional. Biaya operasional Mak Itam relatif mahal, hampir Rp 5 juta sekali perjalanan pergi-pulang (PP). Sekali perjalanan PP, lokomotif uap ini butuh 2 ton batubara yang harganya Rp 2 juta per ton.
Zohirin menyebut, reaktivasi jalur kereta Mak Itam akan dilanjutkan ke Stasiun Silungkang sekitar 2 km. Biayanya sekitar Rp 15 miliar. Pembangunan dilakukan konsorsium dari sejumlah BUMN yang sudah diperintahkan Menteri Erick.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F12%2F20%2F81731828-3b86-442c-9f2d-1daf414b883e_jpg.jpg)
KOMPAS/YOLA SASTRA
Menteri BUMN Erick Thohir (tengah) didampingi anggota Komisi V DPR, Andre Rosiade (kiri), dan Wali Kota Sawahlunto Deri Asta (kanan) serta pejabat lain berfoto saat peresmian untuk beroperasinya kembali kereta api uap Mak Itam di Stasiun Sawahlunto, Kelurahan Pasar, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, Selasa (20/12/2022).
Di Silungkang, lanjut Zohirin, para wisatawan bisa melihat hasil kerajinan berupa tenun (songket Silungkang), pembuatan kopi tradisional menggunakan kincir air, dan kampung tenun yang akan dikembangkan pemkot sebagai destinasi wisata baru.
Zohirin menambahkan, pemkot akan berupaya mempromosikan kereta Mak Itam ke daerah-daerah tetangga untuk menarik wisatawan, termasuk anak sekolah. Selain itu, stasiun juga dilengkapi dengan daya tarik lain, seperti tempat kuliner. Sejumlah langkah itu dilakukan agar Mak Itam bisa beroperasi secara berkelanjutan.
”Kami tidak mau biaya besar yang sudah dikeluarkan, Rp 20 miliar, (kereta kembali) berhenti begitu saja,” ujarnya.
Daya tarik wisata
Koordinator MPKAS Yuhefizar, Jumat (23/12/2022), berharap Mak Itam menjadi daya tarik wisata ke Sawahlunto. Selanjutnya, Pemkot Sawahlunto dengan sokongan Kementerian BUMN didorong mengaktifkan kembali kereta wisata dengan lokomotif lain dari Sawahlunto ke Danau Singkarak.
Dengan kereta wisata, kata Yuhefizar, pengunjung bisa merasakan kembali sensasi naik kereta api di Sumbar dan melewati Danau Singkarak.
Menurut dia, jika hal itu terealisasi, tidak hanya Sawahlunto yang akan merasakan dampaknya dari sisi wisata, tetapi juga daerah lain, seperti Tanah Datar dan Solok, yang juga dilewati kereta tersebut. ”Butuh peran ketiga daerah tersebut. Peran dari provinsi juga diharapkan untuk mewujudkannya,” katanya.
Jalur kereta dari Sawahlunto hingga Danau Singkarak di Solok dan Tanah Datar pernah aktif pada 21 Februari 2009. Walakin, kereta wisata itu bertahan beberapa tahun saja. Yuhefizar berpendapat, kereta wisata itu tidak bertahan lama karena biaya operasionalnya besar, tidak tertutupi oleh hasil penjualan tiket.
Manfaatnya ke pemda mungkin tidak langsung, tetapi akan membantu menyejahterakan masyarakat sekitar. Hidup lagi perekonomian masyarakat di sana melalui pariwisata.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F12%2F20%2F2675f2f5-1d0c-4b28-833b-f8a5c214ca58_jpg.jpg)
Petugas memutar kereta api uap Mak Itam untuk kembali dari Stasiun Muaro Kalaban, Kecamatan Silungkang, Kota Sawahlunto, menuju Stasiun Sawahlunto, Kelurahan Pasar, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Mak Itam memulai perjalanan perdana seusai diresmikan untuk beroperasi kembali, Selasa (20/12/2022).
Yuhefizar berpandangan, subsidi dari pemda untuk biaya operasional kereta ini dibutuhkan. Keberadaan kereta wisata bakal menjadi daya tarik wisata dan menggerakkan perekonomian di daerah yang dilewatinya.
”Manfaatnya ke pemda mungkin tidak langsung, tetapi akan membantu menyejahterkan masyarakat sekitar. Hidup lagi perekonomian masyarakat di sana melalui pariwisata,” ujarnya
Di Sawahlunto yang dikenal sebagai kota wisata tambang, para pelancong bisa mengunjungi berbagai situs wisata. Di Stasiun Sawahlunto yang juga berfungsi sebagai museum, pengunjung bisa menyaksikan koleksi komponen kereta api dari beragam masa dan sejarah perkeretaapian.
Menikmati suasana kota tua tambang zaman kolonial bisa menjadi opsi. Puluhan cagar budaya masih berdiri, antara lain kantor operasional, silo batubara, makam Belanda, dan lubang tambang bawah tanah. Pemandangan kota bisa dilihat dari ketinggian di obyek wisata Puncak Cemara.
Untuk mengetahui sejarah dan pengetahuan seputar tambang batubara, pengunjung bisa pergi ke Museum Lubang Tambang Mbah Soero. Selain ke museum, pengunjung bisa menjajal masuk ke dalam lubang tambang batubara bawah tanah.
Tak jauh dari Lubang Tambang Mbah Soero, ada pula Museum Gudang Ransum. Museum ini menyimpan koleksi perkakas masak bagi para pekerja tambang masa lampau.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2019%2F07%2F10%2Fc3a1d22b-be37-4785-b129-9a7bee6dc52e_jpg.jpg)
Panorama Kota Lama Sawahlunto, yang juga pusat pemerintahan kota saat ini, ketika difoto dari obyek wisata Puncak Cemara, Sawahlunto, Sumbar, Rabu (10/7/2019).