![avro4](https://ephi.web.id/wp-content/uploads/2022/01/avro4-678x381.jpg)
Avro Anson RI-003 adalah sebuah pesawat terbang multifungsi bermesin ganda keluaran Inggris, yang merupakan pesawat terbang ketiga yang dimiliki oleh pemerintah Republik Indonesia. Pesawat Avro Anson tersebut dibeli pada awal bulan Desember 1947, diberi nomor register RI-003, dan digunakan sebagai sarana angkutan udara militer maupun sipil.
Upaya pembelian pesawat ini dimulai dengan dibentuknya Panitia Pusat Pengumpul Emas oleh Mohammad Hatta di Bukittinggi pada tanggal 27 September 1947, yang bertujuan mengumpulkan sumbangan masyarakat untuk membeli pesawat terbang, dalam rangka perlawanan terhadap Agresi Militer Belanda.
Panitia dipimpin oleh Mr A Karim, Direktur Bank Negara. Emas sumbangan masyarakat Sumatra Barat kemudian terkumpul seberat 14 kg (sumber lain menyebutkan 12 Kg), dan dibelikan pesawat terbang Avro Anson di Thailand, milik Paul H Keegan, warga negara Australia dan mantan penerbang RAF (Angkatan Udara Kerajaan Inggris). Pesawat itu lalu didatangkan sendiri oleh Keegan ke lapangan udara Gadut, perbatasan Kab. Agam dengan kota Bukittinggi.
Kisah ini bermula pada tanggal 27 September 1947 di Kota Bukittinggi, Mohammad Hatta membentuk Panitia Pusat Pengumpul Emas untuk mengumpulkan sumbangan dari rakyat. Dikutip dari situs Pemkab Agam, nantinya sumbangan itu untuk membeli sebuah pesawat terbang yang akan diterjunkan dalam misi-misi khusus guna menyelamatkan Republik Indonesia dari serangan Belanda yang terkenal sebagai Agresi Militer.
Selang beberapa hari setelah pembentukan panitia tersebut, Hatta mengadakan sebuah apel besar di Lapangan Kantin (lapangan depan Makodim 0304/Agam, sekarang). Selaku Wakil Presiden RI, Hatta menyampaikan kepada masyarakat Minang tentang situasi negara saat itu sekaligus mengimbau rakyat mengulurkan tangan membantu perjuangan.
Tanpa pikir panjang, spontan orang-orang di sana terutama amai-amai (ibu-ibu) mendaftarkan diri untuk menyumbangkan semua perhiasan emas dan peraknya, berupa liontin, anting, kalung, gelang, bahkan cincin kawin mereka sumbangkan. Selain itu di tempat-tempat lain, seperti Padang Panjang dan di pinggiran Kota Bukittinggi juga diadakan pengumpulan sumbangan.
Dari hasil sumbangan itu, datanglah sebuah pesawat terbang buatan Inggris tipe Dakota dengan call sign RI-003 dari Lanud Maguwo Yogyakarta menuju Lanud Gadut, Agam. Melihat proses landing tersebut makin menggeloralah semangat perjuangan masyarakat Minangkabau.
Sementara, dikutip dari situs pahlawan center, Iswahyudi yang saat itu menjabat Komandan Pangkalan Udara Gadut, Bukittinggi juga punya peran. Pria kelahiran 15 Juli 1918 itu mengimbau masyarakat setempat untuk mengumpulkan uang guna membeli sebuah pesawat terbang.
Imbauan itu disambut baik masyarakat. Meski kondisi ekonomi saat itu cukup sulit, secara bergotong royong masyarakat Bukittinggi mengumpulkan uang dan harta benda mereka. Dengan dana yang terkumpul ditukar dengan emas seberat 12 kilogram itulah dibeli sebuah pesawat terbang jenis Avro Anson dari seorang dari Keegan.
Sementara, dikutip dari TNI AU ada peran Halim Perdanakusuma di balik pembelian pesawat itu. Kala itu, tugas untuk membangun AURI di Sumatera dipercaya kepada Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma. Halim sangat dekat dengan Panglima Besar Jenderal Soedirman. Pendapat dan sarannya tentang Angkatan Udara sering diminta oleh Jenderal Soedirman.
Pesawat diterbangkan sendiri oleh pemiliknya dari Songkhla, Siam Selatan langsung ke Bukittinggi setelah ada ‘clearance’ dari perwakilan AURI di Singapura. Dengan demikian pesawat itu menjadi milik AU, dan nomor registrasi diganti menjadi RI-003. Setelah pesawat tiba di Bukittinggi, Iswahyudi mengadakan percobaan terbang dan berhasil dengan baik.
Sesudah itu, bersama dengan Halim Perdanakusuma dia berangkat ke Bangkok untuk mengantarkan kembali Keegan. Hal ini sesuai dengan perjanjian sebelumnya. Selain mengantarkan Keegan, mereka mendapat tugas pula untuk mengadakan kontak dengan pedagang-pedagang Singapura dalam rangka membeli senjata yang akan dibawa ke Tanah Air lewat Singapura.
Pada 14 Desember 1947, sesudah menyelesaikan tugas di Bangkok, RI-003 kembali berangkat menuju Singapura. Dalam perjalanan kembali inilah tiba-tiba di daerah Perak-Malaysia pesawat tersebut terjebak dalam cuaca buruk. Pesawat jatuh di Pantai Tanjung Hantu, Perak-Malaysia. Laporan pertama tentang kecelakaan diterima oleh polisi Lumut dari dua orang warga China penebang kayu bernama Wong Fatt dan Wong Kwang pada sekitar pukul 16.30 tanggal 14 Desember 1947. Seorang petugas kepolisian berbangsa Inggris bernama Burras segera pergi ke tempat musibah. Baru pada pukul 18.00 ia tiba dilokasi kejadian. Namun, dia tidak menemukan sesuatu, karena air sedang pasang naik.
Baru pada keesokan harinya Kepala Polisi Lumut bernama Che Wan dan seorang anggota Polisi Inggris bernama Samson berangkat ke tempat kecelakaan dan tiba di tempat pukul 09.00. Kepadanya kemudian dilaporkan tentang ditemukan sesosok jenazah yang mengapung beberapa ratus yards dari lokasi reruntuhan pesawat, yang oleh para nelayan setempat dibawa ke darat. Ditemukan juga barang-barang lain di antaranya sebuah dompet, buku harian pesawat, kartu-kartu nama, sarung pistol yang tidak ada pistolnya, sarung pisau dengan nama Keegan di atasnya, dan beberapa potong pakaian. Dari bukti-bukti yang ditemukan itu diambil kesimpulan bahwa pesawat terbang yang mengalami kecelakaan itu adalah pesawat milik Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Kini untuk menghormati jasa-jasa kedua perintis TNI AU dan juga masyarakat Sumatera Barat, maka sejak tahun 1970, TNI AU dan Pemda Agam Sumatera Barat membangun monumen replika pesawat Avro Anson RI-003 di kota Agam.
Artikel ini telah tayang di www.inews.id dengan judul ” Kisah Avro Anson RI003, Pesawat yang Dibeli dengan 12 Kg Emas Sumbangan Warga Sumatera “, Klik untuk baca: https://www.inews.id/news/nasional/kisah-avro-anson-ri003-pesawat-yang-dibeli-dengan-12-kg-emas-sumbangan-warga-sumatera/5.