Teknik Pengambilan Keputusan

BAB I: PENDAHULUAN

Salah satu indikator keberhasilah seorang pemimpin ialah kemampuan mengambil keputusan. Suatu keputusan dapat dikatakan sebagai keputusan yang baik apabila memenuhi empat persyaratan, yaitu rasional, logis, realistis, dan pragmatis.

Tiga jenis pendekatan dalam pengambilan keputusan:

  1. Didasari pada teori dan asas-asas ilmiah yang telah dikembangkan para ahli.
  2. Memanfaatkan kemampuan berpikir yang kreatif, inovatif, dan intuitif disertai dengan keterlibatan emosional.
  3. Kemampuan belajar dari pengalaman mengambil keputusan di masa lalu.
  1. Pengambilan Keputusan Sebagai Suatu Fungsi yang Kontekstual

Pengambilan keputusan harus dilihat sebagai suatu yang kontekstual sifatnya karena:

  1. Pengambilan keputusan tidak berlangsung dalam suasana vakum.
  2. Pengambilan keputusan berlangsung dalam rangka kehidupan organisasional.
  3. Pengambilan keputusan berkaitan langsung dengan pencapaian tujuan dan berbagai sasaran oraganisasi yang telah ditentukan sebelumnya.
  4. Pengambilan keputusan menyangkut berbagai model, teknik, dan prosedur yang bersifat universal, akan tetapi diterapkan dengan perhitungn situasi, kondisi, waktu, dan tempat.
  5. Pengambilan keputusan pada analisa terakhir diukur dengan implementasinya.

 

  1. Tiga Pendekatan Pendalaman Administrasi

Pada hakikatnya terdapat tiga pendekatan dalam mendalami administrasi, yaitu:

  1. Analisa komponen yang terdapat pada administrasi.
  2. Mempelajari administrasi sebagai proses.
  3. Mempelajari administrasi berdasarkan alur pemikiran yang logis.

Analisa Komponen Administrasi

Administrasi terdiri dari tiga komponen utama, yaitu: Manajemen, organiasi, dan kegiatan-kegiatan operasional.

  1. Manajemen Sebagai Komponen Administrasi

Manajemen di sini dapat dilihat dari dua sudut pandang:

  1. Manajemen sebagai seni
  2. Manajemen sebagai kelompok orang yang menduduki jabatan pimpinan dalam organisasi yang terdiri dari Manajemen Puncak, Manajemen Tingkat Madya, dan Manajemen Tingkat Rendah.

Dilihat dari jenis keterampilan yang mutlak perlu dimiliki untuk ketiga kategori manajer itu diperlukan dua jenis, keterampilan manajerial dan keterampilan teknis.

TS
MS
MP
MS
MM
TS
MS
MR
TS

MS = Managerial Skills           MP = Manajemen Puncak

TS = Technical Skill                  MM = Manajemen Madya

MR = Manajemen Rendah

Dalam pengambilan keputusan dan pengetahuan yang diperlukan oleh tiga golongan tersebut juga berbeda.

MP
MM
MR
  1. Organisasi Sebagai Komponen Administrasi

Organisasi dapat di dalami dengan menggunakan dua sudut pandang. Pertama, organisasi sebagai wadah tempat berbagai kegiatan dilakukan, baik yang sifatnya manajerial, operasional, maupun ketatausahaan. Organisasi sebagai wadah berarti mendalami struktur dan proses, yang intinya menemukan jawaban yang tepat terhadap lima pertanyaan, yaitu:

    1. Siapa yang bertanggungjawab melakukan apa.
    2. Siapa yang berhubungan dengan siapa dalam hal apa.
    3. Siapa yang bertanggungjawab kepada siapa.
    4. Saluran komunikasi apa yang terdapat, dan bagaimana tatacara penggunaannya.
    5. Jaringan informasi apa yang tersedia, dan untuk kepentingan apa.

Kedua, melihat organisasi sebagai proses interaksi antara sekelompok orang yang terlibat dalam berbagai kegiatan demi tercapainya tujuan dan berbagai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam interaksi tersebut biasanya diperlukan intervensi para manajer. Salah satu intervensi ialah pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang dihadapi.

  1. Kegiatan operasional Sebagai Komponen Administrasi

Berhasil tidaknya organisasi mencapai tujuannya, pada analisa terakhir akan terlihat pada terselenggara tidaknya kegiatan-kegiatan operasional dengan efektif dan efisien. Keputusan yang diambil pada akhirnya diuji ketepatan dan relevansinya dengan pelaksanaan keputusan yang ke semuanya tercermin pada berbagai kegiatan operasional.

Pendalaman dengan Pemahaman Proses Administrasi

Sepuluh langkah dalam proses administrasi:

  1. Penentuan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.
  2. Perumusan dan penentuan strategi yang hendak ditempuh demi tercapainya tujuan.
  3. Penjabaran strategi menjadi rencana kerja.
  4. Penjabaran rencana menjadi program kerja.
  5. Kegiatan pengorganisasian.
  6. Kegiatan penggerakan tenaga pelaksana.
  7. Pelaksanaan kegiatan operasional.
  8. Kegiatan pengawasan.
  9. Kegiatan penilaian.
  10. Penciptaan dan penggunaan system umpan balik.

Pada setiap langkah itu terjadi kegiatan pengambilan keputusan, baik oleh manajemen puncak, manajemen madya, maupun oleh manajemen rendah.

Pendalaman dengan Pendekatan Alur Pemikiran yang Logis

Ialah usaha mengidentifikasikan inti dari bagian-bagian administrasi. Alur pemikiran yang dewasa ini sudah umum diterima mengatakan bahwa:

  1. Inti administrasi adalah manajemen.
  2. Inti manajemen adalah kepemimpinan.
  3. Inti kepemimpinan adalah pengambilan keputusan.
  4. Inti pengambilan keputusan adalah human relations.
  5. Inti human relations adalah manusia.

Manajemen Sebagai inti administrasi

Karena ia merupakan langkah pertama dalam rangkaian usaha mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tiap level manajemen terdapat pengambilan keputusan dengan ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Keputusan strategis: cakupan yang menyeluruh, jangkauan yang jauh ke masa depan, pengaruh yang kuat terhadap seluruh satuan kerja, pendekatan yang integral, dan paradigm holistic.
  2. Keputusan taktis: cakupan yang spesialistik atau departemental, jangkauan waktu menengah, dampak kuat yang hanya terasa pada bagian tertentu, pendekatan yang sektoral, dan paradigm yang incremental (berkembang).
  3. Keputusan operasional: cakupan yang sempit, jangkauan waktu yang pendek, pengaruh hanya terasa pada satuan kerja tertentu, pendekatan bersifat pertikular, dan paradigm yang atomik.

Kepemimpinan Sebagai Inti Manajemen

Kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi orang lain yang menjadi bawahannya untuk berperilaku kuat untuk kepentingan organisasi. Ciri-ciri kepemimpinan yang efektif:

  1. Pengetahuan yang luas
  2. Kemampuan bertumbuh dan berkembang
  3. Kemampuan berpikir secara rasional.
  4. Kemampuan bertindak obyektif.
  5. Kemampuan berperan sebagai guru.
  6. Kemempuan berperan sebagai bapak.
  7. Kemampuan berperan sebagai penasihat.
  8. Kemampuan berperan sebagai integrator.
  9. Kemampuan berperan sebagai dinamisator.
  10. Dapat menjadi panutan.
  11. Memiliki keberanian mengambil resiko.
  12. Kemahiran mengambil keputusan.

Pengambilan Keputusan Sebagai Inti Kepemimpinan

Keputusan yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

  1. Keputusan yang dibuat harus berkaitan langsung dengan tujuan dan berbagai sasaran yang ingin dicapai.
  2. Keputusan yang diambil harus memenuhi persyaratan rasionalitas dan logika.
  3. Keputusan yang diambil dengan menggunakan pendekatan ilmiah digabung dengan daya pikir yang kreatif, inovatif, intuitif, dan bahkan emosional.
  4. Keputusan yang diambil harus dapat dilaksanakan.
  5. Keputusan yang diambil harus diterima dan dipahami baik oleh kelompok pimpinan maupun para pelaksana.

Human Relations Sebagai Inti Pengambilan Keputusan

Sepuluh hukum Human Relations:

  1. Ada sinkronisasi antara tujuan organisasi dengan tujuan pribadi para anggota organisasi.
  2. Suasana dan iklim kerja yang menyenangkan dan penuh persahabatan.
  3. Informalitas yang dipadu secara baik dengan formalitas dalam interaksi antara pimpinan dan bawahan.
  4. Tidak memperlakukan manusia sama dengan mesin.
  5. Pengembangan kemampuan bawahan sampai ke tingkat maksimal.
  6. Pekerjaan yang baik dan penuh tantangan.
  7. Pengakuan dan penghargaan atas pelaksanaan tugas dengan baik.
  8. Sarana dan prasarana kerja yang memadai.
  9. Penempatan yang tepat berdasarkan keahlian, keterampilan, dan pengalaman seseorang.
  10. Balas jasa yang setimpal dengan jasa yang diberikan sekaligus dapat menjamin taraf hidup wajar.

Manusia Sebagai Inti Human Relations

Manusia adalah makhluk yang unik yang kepribadiannya dibentuk oleh latar belakang sosial, latar belakang pendidikan, dan pengalaman dalam mengarungi hidup. Keputusan yang diambil harus memperhitungkan aspek manusia yang akan menjalankan keputusan itu.

BAB II: TEORI DASAR PENGAMBILAN KEPUTUSAN

 Teori dasar pengambilan keputusan berkisar pada pengambilan tujuh langkah pemecahan apabila seseorang menghadapi permasalahan, yaitu:

  1. Mengidentifikasi masalah dan membuat definisinya.
  2. Mengumpulkan dan mengolah data, sehingga tersedia informasi yang mutakhir, lengkap, dapat dipercaya, dan tersimpan dengan baik sehingga mudah untuk ditelusuri kembali apabila dibutuhkan.
  3. Mengidentifikasi berbagai alternatif yang mungkin ditempuh.
  4. Manganalisa dan mengkaji setiap alternatif yang telah diidentifikasi untuk mengetahui kelebihan dan kekurangannya.
  5. Menjatuhkan pilihan pada satu alternatif yang tampaknya terbaik dalam arti mendatangkan manfaat paling besar, sesuai dengan asas maksimisasi, atau mengakibatkan kerugian yang paling kecil sesuai dengan asas minimisasi.
  6. Melaksanakan keputusan yang diambil.
  7. Menilai apakah hasil yang diperoleh sesuai dengan harapan dan rencana atau tidak.

Dalam kenyataanya seorang yang sedang menghadapi masalah tidak selalu dengan sadar mengambil langkah-langkah tersebut secara berurutan. Bahkan secara ilmiah pendekatan pada pengambilan keputusan masih terus berkisar pada tiga pertanyaan, yaitu:

  1. Apakah dalam mengambil keputusan harus selalu didasarkan pada adanya berbagai alternatif yang mungkin ditempuh?
  2. Apakah jika seorang bertindak hanya atas dasar satu alternatif tindakan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai keputusan?
  3. Apakah jika seseorang memutuskan untuk tidak mengambil keputusan sesungguhnya telah mengambil keputusan juga?

Keputusan pada dasarnya adalah pilihan yang secara sadar dijatuhkan atas satu alternatif dari berbagai alternatif yang tersedia. Satu hal yang penting mendapat perhatian dalam proses pengambilan keputusan ialah adanya keterkaitan langsung antara tindakan yang diambil dengan tujuan dan berbagai sasaran yang ingin dicapai.

Para ahli teori pengambilan keputusan telah berusaha mengembangkan berbagai konsep ilmiah, yang diharapkan dapat membantu para manajer meningkatkan kemahiran mereka dalam mengambil keputusan. Salah satu teori yang dikembangkan ialah mengklasifikasikan keputusan kepada dua jenis utama, yaitu keputusan terprogram dan keputusan tidak terprogram.

  1. Keputusan Terprogram

Adalah Tindakan menjatuhkan pilihan yang berlangsung berulang kali dan diambil secara rutin dalam organisasi.

Keputusan terprogram biasanya menyangkut pemecahan masalah-masalah yang sifatnya teknis dan tidak memerlukan pengarahan dari tingkat manajemen yang lebih tinggi. Biasanya prosedur dan langkah-langkah yang perlu ditempuh telah dituangkan dalam buku pedoman.

Keputusan terprogram akan efektif apabila empat kriteria dasar terpenuhi, yaitu:

  1. Tersedia waktu dan dana yang memadai untuk pengumpulan dan analisis data.
  2. Tersedia data yang bersifat kuantitatif.
  3. Kondisi lingkungan yang relatif stabil yang di dalamnya tidak terdapat tekanan kuat untuk secara cepat melakukan penyesuaian-penyesuaian tertentu terhadap kondisi yang selalu berubah.
  4. Tersedia tenaga terampil untuk merumuskan permasalahan secara tepat, termasuk tuntutan operasional yang harus dipenuhi.

Keputusan yang paling terprogram sekalipun harus memperhatikan peningkatan efektivitasnya dengan memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

  1. Keputusan Tidak Terprogram

Keputusan tidak terprogram biasanya diambil dalam usaha memecahkan masalah-masalah baru yang belum pernah dialami sebelumnya, tidak bersifat repetitive, tidak terstruktur, dan sukar mengenali bentuk, hakikat, dan dampaknya.

Keputusan tidak terprogram menuntut daya nalar yang tinggi digabungkan dengan tindakan yang sifatnya adaptif dan berorientasi pada efektivitas pemecahan, biasanya sifatnya tidak teknis yang menyangkut kebijaksanaan organisasi dengan dampak yang strategis bagi eksistensi organisasi yang bersangkutan dan biasanya menjadi tanggung jawab manajemen puncak.

  1. Proses Pengambilan Keputusan

Kegiatan pengambilan keputusan akan menjadi lebih efektif bila didekati dengan:

  1. Pendekatan yang interdisipliner.
  2. Proses yang sistematis.
  3. Proses berdasarkan informasi.
  4. Memperhitungkan faktor-faktor ketidakpastian.
  5. Diarahkan pada tindakan nyata.
  1. Tindakan Memutuskan

Pengambil keputusan dalam mengambil keputusan biasanya didasari oleh:

  1. Ciri-ciri pribadi pengambil keputusan.
  2. Latar belakang sosialnya.
  3. Latar belakang pendidikannya.
  4. Filsafat hidup.
  5. Nilai-nilai organisasional.
  6. Nilai-nilai sosial.
  7. Sifat dan bentuk tujuan yang ingin dicapai.
  8. Kondisi lingkungan.
  9. Gaya manajerial seseorang.
  10. Kemampuan organisasi dalam arti sumber daya dan dana yang dimiliki.
  11. Model-model dan teknik-teknik pengambilan keputusan yang diketahui dan dapat digunakan.

Terdapat berbagai ragam kesamaan di antara para pengambil keputusan yang efektif di antaranya:

  1. Berani mengambil risiko dengan pendekatan yang holistik dan bukan yang bersifat atomistic.
  2. Ingin menyelesaikan sesuatu permasalahan sedemikian rupa sehingga ia tidak harus menghadapi masalah serupa di masa yang akan datang.
  3. Memandang pengambilan risiko sebagai tanggung jawabnya dengan cenderung bersikap, bahwa para bawahannya lebih banyak melihat risiko yang harus dihadapi sebagai sesuatu yang tidak mungkin dielakkan.
  4. Cenderung mempunyai kepercayaan yang besar terhadap kemampuannya berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya, dan oleh karenanya cenderung pula untuk kurang memberikan perhatian pada sumbangan nyata yang dapat diberikan oleh pendekatan ilmiah dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
  5. Kecenderungan memberikan lips service pada saran dan pendapat para bawahannya serta orang-orang lain yang mungkin terlibat, seperti misalnya konsultan, akan tetapi pada akhirnya bertindak dengan menjadikan pandangannya sebagai pandangan dominan.

Kerangka sederhana terdiri dari empat langkah yaitu:

  1. Menemukan situasi yang memerlukan suatu keputusan.
  2. Menemukan faktor-faktor penyebab diperlukannya suatu tindakan tertentu.
  3. Memilih satu di antara berbagai alternatif yang tersedia.
  4. Menilai pilihan-pilihan yang pernah dibuat di masa lalu untuk mengetahui pilihan mana yang membuahkan hasil yang paling menguntungkan bagi organisasi.

Kerangka yang lebih rumit melibatkan delapan langkah berikut ini:

  1. Pemantauan Keadaan

Seorang manajer bertanggungjawab untuk memantau secara terus menerus keadaan yang mempunyai dampak terhadap jalannya organisasi yang dipimpinnya. Pemantauan yang dilakukan akan memberi umpan balik yang sangat diperlukan untuk menentukan langkah selanjutnya. Pemantauan ditujukan pada:

    1. Deviasi dari rencana.
    2. Deviasi dari keadaan normal apabila sesuatu berjalan tidak sesuai dengan harapan.
    3. Deviasi dari norma-norma organisasional, norma-norma hukum, dan norma-norma sosial.
  1. Mendefinisikan Situasi Problematik yang Dihadapi

Situasi problematik mencakup:

    1. Gejala-gejala penyimpangan yang ada.
    2. Faktor-faktor penyebab timbulnya situasi yang tidak diinginkan.
    3. Sifatnya termasuk kategori urgen atau penting.
    4. Batas-batas situasi problematik yang hendak diatasi.
  1. Spesifikasi Sasaran yang Ingin Dicapai

Menjabarkan sebaik mungkin sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai dengan diambilnya suatu keputusan tertentu, hasil-hasil apa yang diharapkan, faktor-faktor penghalang apa yang mungkin timbul, dan risiko apa yang mungkin dihadapi.

  1. Melakukan Diagnosa yang Tepat

Seperti sang dokter, manajer diharapkan mampu melakukan diagnose yang tepat mengapa situasi problematik timbul dengan berusaha mengidentifikasikan faktor-faktor penyebabnya.

  1. Mengembangkan Alternatif Tindakan atau Jalan Keluar yang Mungkin Ditempuh.

Terpaku hanya pada satu cara, meskipun cara itu telah terbukti ampuh mengatasi situasi prolematik di masa lalu, hanya akan mematikan kreativitas seorang manajer. Sebaliknya berusaha mencari dan menemukan semua alternatif yang mungkin ditempuh tanpa pembataan secara sadar, hanya akan merupakan kegiatan dengan tingkat futilitas yang tinggi, yang akan merugikan organisasi.

  1. Menetapkan Metodologi dan Kriteria Penilaian Alternatif

Banyak teknik yang telah dikembangkan yang memungkinkan para pengambil keputusan semakin mampu melakukan pilihan yang diperkirakan paling tepat untuk mengatasi situasi problematik yang dihadapi.

  1. Menentukan Peringkat Sasaran yang Ingin Dicapai.
  2. Keterbukaan terhadap Kemungkinan Adanya Alternatif Baru.

Empat cara dapat ditempuh oleh seorang manajer untuk mencari dan menemukan berbagai alternatif baru, yaitu:

    1. Keterbukaan terhadap ide baru, pendapat baru dan perkembangan baru.
    2. Menyusun suatu daftar pertanyaan yang perlu ditanyakan.
    3. Menggunakan insiden kritis yang terjadi di masa lalu.
    4. Mencatat semua ide yang tumbuh dan berkembang.

BAB III:  BEBERAPA MODEL DAN TEKNIK PENGAMBILAN KEPUTUSAN

 Pendekatan yang digunakan biasanya berupa pendekatan: pertama pragmatis, yaitu melihat hasil yang dicapai dan kedua procedural, yaitu menilai proses atau tata cara yang digunakan dalam pengambilan keputusan.

Banyak model dan teknik pengambilan keputusan yang telah dikembangkan oleh para ahli. Dalam kesempatan ini akan dibahas empat model, yaitu: Optimasi, Satisficing, Mixed Scanning, dan Heuristic.

  1. Model Optimasi

Sasaran yang ingin dicapai dengan model optimasi ialah, bahwa dengan mempertimbangkan keterbatasan yang ada, organisasi berusaha memperoleh hasil terbaik yang paling mungkin dicapai. Sebagai model pengambilan keputusan, optimasi didasarkan pada berbagai kriteria, di antaranya:

  1. Maximin, didasarkan pada asumsi pesimistis, dalam arti keputuan apa pun yang diambil, hasil yang akan dicapai adalah hasil yang paling minimum. Dengan kata lain, model ini berarti memaksimalkan hasil usaha dalam batas-batas minimum yang diperhitungkan akan dicapai.
  2. Maximax, didasarkan pada asumsi optimistic yang menyatakan bahwa keputusan yang diambil akan mendatangkan hasil yang maksimum.
  3. Melewatkan kesempatan tertentu, model ini bertitik tolak dari pandangan bahwa melewatkan peluang tertentu untuk mendapatkan peluang yang akan menghasilkan lebih besar lagi.
  4. Probabilitas, model ini berarti bahwa pengambilan keputusan harus menggunakan kriteria kemungkinan diperolehnya hasil tertentu sebagai dasar untuk menjatuhkan pilihan.
  5. Nilai materi yang diharapkan, model ini memperhitungkan kemungkinan apa yang akan timbul jika alternatif tertentu ditempuh.
  6. Manfaat, kriteria ini sesungguhnya merupakan kelanjutan dari kriteria nilai materi dimana manfaat yang akan diperoleh mendapat tempat yang penting.
  1. Model Satisficing

Pengambil keputusan boleh puas dan bangga bila keputusan yang diambilnya membuahkan hasil yang memadai asal persyaratan minimal dapat dipenuhi. Ide pokok dari model satisficing ialah bahwa usaha ditujukan pada apa yang mungkin dilakukan sekarang dan di sini dan bukan pada sesuatu yang mungkin optimal tetapi tidak realistis dan oleh karenanya tidak mungkin dicapai.

Tiga variasi model satisficing, yaitu:

    1. Ketentuan Keputusan Tunggal

Variasi ini merupakan penerapan perintah yang berbunyi, “Lakukan apa yang telah pernah dilakukan di masa lalu dalam menghadapi situasi problematik serupa, jika ternyata mendatangkan hasil yang diharapkan. Jika tidak, lakukan yang sebaliknya.”

    1. Variasi Eliminasi Segi-Segi Tertentu

Variasi ini bertitik tolak dari usaha penyempitan pilihan dari berbagai alternatif yang mungkin dipilih. Artinya, suatu kombinasi dari ketentuan keputusan tunggal digunakan secara cepat untuk memilih beberapa alternatif kunci yang dipandang memenuhi syarat-syarat minimal. Semua alternatif yang tidak memenuhi syarat diabaikan dan tidak dipertimbangkan lagi.

    1. Variasi Inkrementalisme

Merupakan cara yang paling pragmatis, para pengambil keputusan membatasi diri pada pelaksanaan berbagai kegiatan yang mungkin dilaksanakan berdasarkan kemampuan yang ada.

  1. Model Mixed Scanning

Scanning berarti usaha mencari, mengumpulkan, memproses, menilai, dan menimbang-nimbang informasi dalam kaitannya dengan menjatuhkan pilihan tertentu.

Mixed Scanning berarti, setiap kali seorang pengambil keputusan menghadapi dilema dalam memilih suatu langkah tertentu, satu keputusan pendahuluan harus dibuat tentang sampai sejauh mana berbagai sarana dan prasarana organisasi akan digunakan untuk mencari dan menilai berbagai fungsi dan kegiatan yang akan dilaksanakan.

  1. Model Heuristic

Faktor-faktor internal yang terdapat dalam diri seseorang pengambil keputusan lebih berpengaruh daripada faktor-faktor eksternal.

Teknik Pengambilan Keputusan

Sebelum memutuskan diperlukan data dan informasi yang memenuhi syarat kemutakhiran, lengkap, tepat, dan ketersediaan apabila diperlukan. Pengumpulan informasi biasanya tidak dilakukan sendiri, biasanya dibantu oleh tenaga ahli dan jasa konsultan.

Teknik-teknik yang bersifat kuantitatif tidak dibahas, yang digunakan adalah pendekatan prilaku. Beberapa teknik yang akan dibahas adalah:

  1. Brainstorming,
  2. Synetics
  3. Consesus thinking
  4. Delphi
  5. Fish bowling
  6. Didactic interaction
  7. Collective bargaining
  8. Pemecahan masalah

Brainstorming

Jika sekelompok orang dalam organisasi menghadapi suatu situasi problematik yang tidak terlampau rumit, dan dapat diidentifikasikan secara specific, mereka mengadakan diskusi dimana setiap orang yang terlibat diharapkan turut memberikan pandangannya. Pada akhir diskusi berbagai pandangan yang dikemukakan dirangkum, sehingga kelompok mencapai suatu kesepakatan tentang cara-cara yang hendak ditempuh dalam mengatasi situasi problematik yang dihadapi.

Prinsip-prinsip Brainstorming:

  1. Gagasan peserta bagaimana pun ‘aneh’nya bahkan dianggap tidak masuk akal, dicatat dengan teliti.
  2. Peserta didorong untuk mengemukakan pendapat sebanyak mungkin.
  3. Pemimpin brainstorming tidak melakukan penilaian terhadap pendapat dari peserta atau kelompok peserta.
  4. Pendapat dibiarkan walau saling bertentangan.
  5. Semua pendapat kemudian dibahas hingga kelompok sampai pada satu sintesis pendapat, dan sintesis inilah yang kemudian dituangkan dalam bentuk keputusan.

Manfaat terbesar ialah mereka telah terlibat sejak awal dalam pengambilan keputusan sehingga diharapkan tidak terjadi ganjalan dalam pelaksanaannya.

Synetics

Hampir sama dengan brainstorming, namun disini pemimpin menjelaskan permasalahan yang ada lalu anggota dikelompokkan untuk memberikan pandangan dengan kreatif dan inovatif lalu tiap kelompok mempresentasikan pendapatnya lalu pendapat-pendapat itu disaring oleh pimpinan dan dibuat keputusan.

Concensus Thinking

Orang-orang yang terlibat dalam pemecahan sepakat tentang hakikat, batasan, dan dampak dari situasi problematik yang dihadapi, dan sepakat pula dengan model dan teknik yang digunakan untuk mengatasinya.

Delphi

Digunakan untuk mengambil keputusan yang sifatnya meramal masa depan yang diperhitungkan akan dihadapi oleh suatu organisasi. Yang terlibat langsung dalam pengambilan keputusan adalah sekelompok para ahli yang berada di luar organisasi yang ditunjuk atas dasar kemampuannya yang telah terbukti baik pada organisasi lain maupun pada organisasi yang bersangkutan di masa lalu.

Fish Bowling

Sekelompok pengambil keputusan duduk pada satu lingkaran dan di tengah lingkaran itu di letakkan sebuah kursi. Setiap anggota bergantian duduk di kursi tengah sambil mengemukakan pendapat, pandangan, dan ide lalu anggota lain mengajukan pertanyaan. Kalau sudah dipahami lalu bergantian dengan anggota lain untuk duduk di tengah. Untuk lebih efektif biasanya dibatasi hanya lima orang. Semua didiskusikan sampai menemukan pemecahan masalah yang paling tepat.

Didactic Interaction

Teknik ini biasanya dipakai untuk pemecahan suatu situasi problematik yang memerlukan jawaban ‘Ya’ atau ‘Tidak’. Dibentuk dua kelompok. Satu kelompok mengemukan pendapat pro dan satu kelompok yang berpendapat kontra. Masing-masing mengemukan semua alasan dan pendapatnya. Semua dicatat, kemudian diskusi dibalik, yang awalnya pro menjadi kontra dan sebaliknya. Masing-masing pihak diharapkan dapat menemukan kelemahan dalam argumentasinya sendiri. Akhirnya informasi yang dipandang bermanfaat disepakati bersama, dan keputusan akhir yang diperhitungkan akan mendatangkan hasil yang didambakan dapat dibuat.

Collective Bargaining

Dua kelompok yang mempunyai pandangan bertolak belakang. Duduk berhadapan saling memaparkan pendapat, pandangan dan ide yang disertai data-data. Lalu saling tawar menawar mengenai kesepakatan yang akan diambil. Bila tidak menemukan titik temu biasanya situasi problematik semakin besar. Hal ini terjadi jika tidak ada kepercayaan antara pihak satu dengan pihak kedua.

Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah berkisar pada pengambilan tujuh langkah yaitu:

  1. Identifikasi dan definisi hakikat masalah yang dihadapi.
  2. Pengumpulan dan pengolah informasi.
  3. Identifikasi alternatif.
  4. Analisis berbagai alternatif.
  5. Penentuan pilihan alternatif terbaik.
  6. Pelaksanaan.
  7. Evaluasi hasil yang dicapai.

BAB IV :  PENGARUH FAKTOR-FAKTOR NON RASIONAL DALA PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Efektif tidaknya pengambilan keputusan sering sangat bergantung pada faktor-faktor non rasional. Tiga faktor yang akan dibahas adalah kepribadian, gaya manajemen, dan kreativitas.

  1. Kepribadian

Latar belakang sosial seseorang memainkan peranan dalam pembentukan kepribadian seseorang. Demikian pula latar pendidikannya, pengalaman dalam menjalani hidup.

Organisasi harus mengembangkan kepribadian para manajernya, antara lain dalam bentuk kebebasan mengembangkan kreativitasnya dan kesempatan mewujudkan kreativitas tersebut.

Manajer dikategorikan sebagai pengambil keputusan yang berhasil adalah yang tidak dibebani dengan perhitungan personal dari orang-orang yang berada di atasnya, meskipun hal tersebut perlu diperhatikan. Artinya, kepribadian pengambil keputusan harus diberi tempat yang wajar dalam pengambilan keputusan dimana ia secara langsung terlibat. Hanya saja faktor-faktor kepribadian tersebut perlu dilengkapi dengan penggunaan model dan teknik ilmiah.

  1. Gaya Manajemen

Gaya manajemen otokratis, paternalistis, militeristis, laissez faire, dan demokratis. Laissez-faire (IPA: [lɛse fɛr]) adalah sebuah frasa bahasa Perancis yang berarti “biarkan terjadi” (secara harafiah “biarkan berbuat”). Istilah ini berasal dari diksi Perancis yang digunakan pertama kali oleh para psiokrat pada abad ke 18 sebagai bentuk perlawanan terhadap intervensi pemerintah dalam perdagangan. Laissez-faire menjadi sinonim untuk ekonomi pasar bebas yang ketat selama awal dan pertengahan abad ke-19. Secara umum, istilah ini dimengerti sebagai sebuah doktrin ekonomi yang tidak menginginkan adanya campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Pendukung doktrin ini berpendapat bahwa suatu perekonomian perusahaan swasta (private-enterprise economy) akan mencapai tingkat efesiensi yang lebih tinggi dalam pengalokasian dan penggunaan sumber-sumber ekonomi yang langka dan akan mencapai pertumpuhan ekonomi yang lebih besar bila dibandingkan dengan perekonomian yang terencana secara terpusat (centrally planned economy). Pendapat ini didasarkan pada pemikiran bahwa kepemilikan pribadi atas sumber daya dan kebebasan penuh untuk menggunakan sumber daya tersebut akan menciptakan dorongan kuat untuk mengambil risiko dan bekerja keras. Sebaliknya, birokrasi pemerintah cenderung mematikan inisiatif dan menekan perusahaan.

Dalam pandangan laissez-faire, kewajiban negara bukanlah melakukan intervensi untuk menstabilkan distribusi kekayaan atau untuk menjadikan sebuah negara makmur untuk melindungi rakyatnya dari kemiskinan, melainkan bersandar pada sumbangan dan sistem pasar. Laissez faire juga menyatakan bahwa pemerintah tidak boleh memberi hak khusus dalam bisnis. Misalnya, penganut dari laissez-faire mendukung ide yang menyatakan bahwa pemerintah tidak boleh membuat monopoli legal atau menggunakan kekuasaan dan paksaan untuk merusak monopoli de facto. Pendukung dari laissez-faire juga mendukung ide perdagangan bebas dalam artian negara tidak boleh melakukan proteksi, seperti tarif dan subsidi, di wilayah ekonominya.

Pada masa awal dari teori ekonomi Eropa dan Amerika, kebijakan laissez-faire terbentuk konflik dengan merkantilisme, yang telah menjadi sistem dominan di Britania raya, Spanyol, Perancis dan negara Eropa lainnya pada masa kejayaannya.

Istilah laissez-faire sering digunakan bergantian dengan istilah “pasar bebas”. Beberapa menggunakan laissez-faire untuk merujuk pada perilaku “biarkan terjadi, biarkan lewat” dalam hal-hal di luar ilmu ekonomi.[1]

Laissez-faire dihubungkan dengan Liberalisme klasik, libertarianisme dan Obyektivisme. Asalnya dikenalkan dalam bahasa Inggris tahun 1774, oleh George Whatley, dalam buku Principles of Trade, yang di dampingi oleh Benjamin Franklin. Ekonom klasik, seperti Thomas Malthus, Adam Smith dan David Ricardo tidak menggunakan istilah ini. Jeremy Bentham menggunakan ini, tetapi hanya dalam Liga Hukum Anti-Jagung dan nyaris sama dengan pengertian Inggrisnya.[2] Masing-masing memiliki ciri-ciri, kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pada kenyataannya tidak ada seorang manajer yang konsisten dengan satu gaya. Manajer diharapkan mampu mengkombinasikan gaya-gaya ini pada saat dan situasi yang tepat. Walau pada perkembangannya gaya demikratis atau partisipatif lebih efektif dibandingkan dengan gaya manajerial lainnya.

  1. Kreativitas

Kreativitas menyangkut cara berpikir yang tidak terpaku pada hal-hal yang telah umum diketahui, menemukan ide baru, teknik baru, metode baru, dengan mendorong timbulnya berbagai pandangan dan gagasan di antara orang-orang yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan meskipun pada awalnya seperti tidak masuk akal, tidak realistis, tidak dapat diterapkan, dan sebagainya.

Teknik Berpikir Kreatif:

  1. Brainstorming
  2. Synetics
  3. Asosiasi Bebas
  4. Buku catatan kolektif
  5. Checklist
  6. Penyusunan daftar ciri-ciri
  7. Berangan-angan secara kreatif
  8. Analisa morfologis
  9. Metode Edison

BAB V: PERANAN KELOMPOK DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pengambilan keputusan dapat berlangsung pada tingkat individual, kelompok, dan pada tingkat organisasi. Pada tingkat individual, kemampuan seseorang pengambil keputusan sangat tergantung pada kemahirannya menggabungkan pendekatan ilmiah dengan daya fikir yang kreatif, intuitif, dan bahkan juga yang emosinal. Dengan demikian diharapkan keputusan yang diambilnya akan rasional sekaligus pragmatis.

Dalam organisasi modern yang besar dan kompleks, pengambilan keputusan tidak mungkin lagi dipikul hanya oleh seseorang betapa pun mahir dan terampil. Artinya, kemampuan seorang manajer akan tergantung pada keterampilannya melibatkan berbagai kelompok dan organisasi. Wahana pemanfaatan berbagai kelompok adalah berbagai jenis pertemuan.

Umumnya para manajer sebagian besarnya digunakan untuk menghadiri pertemuan (rapat). Dengan tujuan mendengarkan, mencari informasi, memanfaatkan pengetahuan orang lain akan suatu hal, untuk mengambil keputusan. Karena keseringan menghadiri pertemuan sampai-sampai secara sinis ada yang mengatakan bahwa tugas seorang manajer adalah menghadiri pertemuan.

Karena melibatkan berbagai kelompok dalam proses pengambilan keputusan, seorang manajer diharapkan mampu memanfaatkan berbagai kelompok semaksimal mungkin.

Kelompok yang dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

  1. Kelompok yang terdiri dari semua orang yang berkepentingan dalam penanggulangan suatu situasi problematika tertentu.
  2. Panitia
  3. Kelompok Kerja

Manfaat pelibatan kelompok-kelompok dalam pengambilan keputusan:

  1. Hasil kerja kelompok
  2. Masukan yang beraneka ragam.
  3. Pemanfaatan berbagai pengetahuan.
  4. Pengurangan pandangan yang subjektif.
  5. Keterikatan pada keputusan yang diambil.
  6. Pentingnya komunikasi dalam pemanfaatan kelompok.
  7. Meningkatnya mutu keputusan yang diambil.

Teknik-Teknik Peningkatan Efektivitas Kelompok

  1. Menentukan Jumlah Anggota Kelompok
  2. Penugasan Yang Jelas
  3. Pentingnya komunikasi
  4. Penyediaan Sumber Daya dan Dana yang Memadai
  5. Kejelasan Sasaran yang Ingin dicapai
  6. Pentingnya suasana persahabatan
  7. Metode kerja yang tepat
  8. Pemanfaatan waktu
  9. Peranan Pimpinan Kelompok selaku katalisator
  10. Dokumentasi yang akurat
  11. Tata tertib diskusi
  12. Pengelolaan Agenda Pertemuan
  13. Pengaturan tempat duduk

Kelemahan Penggunaan Kelompok

  1. Pengaruh Nilai-Nilai Sosial
  2. Pertimbangan Status
  3. Kesepakatan yang terlalu cepat Tercapai
  4. Pengaruh Dominan Orang Kuat dalam Kelompok
  5. Kekurangmampuan Berkonsentrasi.
  6. Kurangnya Kesempatan Mengemukakan Pendapat, Gagasan, dan Pengetahuan
  7. Pemilihan Anggota yang Tidak Tepat
  8. Kepercayaan yang Berlebihan pada Kelompok Ahli
  9. Kepemimpinan yang Tidak efektif

BAB VI: KEPEMIMPINAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELOMPOK

Faktor-Faktor Kepemimpinan Kelompok

  1. Hubungan baik dengan Para Anggota Kelompok
  2. Sukar Tidaknya Masalah yang Harus Dipecahkan
  3. Keterbatasan Waktu
  4. Tanggung Jawab Kelompok Atas Keputusan yang Diambil
  5. Kemahiran Pimpinan Kelompok
    1. Kemahiran menggairahkan partisipasi para anggota
    2. Mutu keputusan
    3. Penerimaan keputusan
  6. Pengendalian Partisipasi, yang perlu diwaspadai pada partisipasi:
    1. Ketidakhadiran pada waktunya
    2. Meninggalkan rapat sebelum rapat selesai
    3. Anggota kelompok yang ragu-ragu
    4. Kesibukan anggota kelompok di luar pertemuan
    5. Anggota kelompok yang acuh tak acuh
    6. Anggota kelompok yang mengganggu jalannya pertemuan
    7. Anggota kelompok yang gemar mengkritik
    8. Kebiasaan memberikan interpretasi yang berbeda dari yang dimaksud
    9. Penyebar gossip dan isu
    10. Kegemaran mengkritik prosedur yang digunakan

Kelompok-Kelompok Nominal

Adalah: Sekumpulan orang yang ditugaskan secara sendiri-sendiri menyelesaikan suatu permasalahan dengan tingkat interaksi yang minimum dalam pertemuan yang tidak sering terjadi.

Dalam melaksanakan tugasnya kelompok-kelompok nominal ini melalui tiga tahap. Tahap pertama adalah tahap penyusunan daftar masing-masing kelompok tentang tugas kelompok yang oleh pemberi tugas biasanya diajukan dalam bentuk pertanyaan. Tahap kedua adalah tahap pencatatan. Artinya, seseorang yang berperan sebagai fasilitator mengundang para anggota kelompok dalam suatu pertemuan dan pada kesempatan itu semua anggota mengajukan seluruh tanggapannya dan ditulis dan dapat dilihat oleh semua kelompok. Tahap ketiga adalah tahap pemungutan suara.

Manfaat kelompok nominal:

  1. Tidak diperlukan keterampilan khusus untuk memimpin kelompok nominal karena dalam pertemuan mereka tidak terjadi komunikasi verbal.
  2. Berbagai masalah yang terdapat dalam kelompok konvesional yang sering terlibat dalam perdebatan tidak dihadapi.
  3. Evaluasi dan komentar yang panjang lebar dapat dielakan pada tahap penumbuhan gagasan, dan pada pembahasan dimensi permasalahan yang diharapkan dipecahkan oleh kelompok.
  4. Kecenderungan timbulnya dominasi oleh orang-orang tertentu dapat dihilangkan.
  5. Dorongan kuat terhadap toleransi dalam menerima ide-ide orang lain dan pendapat minoritas dalam kelompok dapat dilakukan.
  6. Tingkat partisipasi yang sama di kalangan para anggota dapat ditumbuhkan.
  7. Usaha menumbuhkan berbagai ide berlangsung dengan efektif.
  8. Perdebatan dapat dihindari.
  9. Mudah menumbuhkan rasa kebersamaan dalam menghadapi resiko yang mungkin timbul apabila suatu rekomendasi tertentu dilaksanakan.
  10. Setiap anggota diberi waktu dan kesempatan yang memadai untuk memikirkan dengan tenang berbagai segi permasalahan yang dihadapi dan mencatat hasil-hasil pemikirannya secara akurat.
  11. Mutu keputusan yang diambil dapat ditingkatkan karena anggota memiliki orientasi yang sama, baik yang menyangkut sasaran yang hendak dicapai maupun tentang cara mencapainya.
  12. Ketegangan yang mungkin timbul justru mendorong keterlibatan, komitmen, dan kreativitas para anggota.
  13. Para anggota kelompok memiliki rasa tanggung jawab yang besar untuk meraih keberhasilan kelompok.
  14. Penugasan tertulis biasanya lebih bersifat permanen dan jelas daripada penyampaian pendapat secara lisan.
  15. Tercegahnya pengakhiran pencaharian alternatif secara tergesa-gesa.

 BAB VII: KENDALA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

  1. Kendala dari Diri Pengambil Keputusan Sendiri

Seringkali seorang manajer membiarkan dirinya diliputi oleh keragu-raguan sehingga:

  1. Menyerahkan pengambilan keputusan kepada bawahannya dengan dalih pendelegasian wewenang.
  2. Mengangkat masalah ke tingkat yang lebih tinggi, sehingga hirarki yang lebih atas yang mengambil keputusan.
  3. Keputusan yang menjadi tanggungjawabnya bergeser kepada manajer lain yang setingkat.
  1. “Hantu” Kegagalan di Masa Lalu

Pengalaman pahit di masa lalu sering menjadi kendala dalam pengambilan keputusan. Untuk menutupi rasa takut atau keragu-raguan, biasanya manajer mencari ‘perisai’ agar terlindungi dari kegagalan. Bentuk perisai itu antara lain :

  1. Pembentukan panitia ad hoc.
  2. Menyerahkan ke tenaga ahli dalam organisasi.
  3. Pengerahan tenaga konsultan dari luar organisasi.
  4. Penciptaan prosedur pengambilan keputusan yang sangat formal, sehingga menjadi tanggung jawab kolektif dan tidak lagi menjadi tanggung jawab manajer yang bersangkutan.
  1. Pemahaman yang Tidak Tepat tentang Peranan Informasi
  2. Konsultasi yang Berlebihan
  3. Faktor Ketidakpastian
  4. Keterlibatan Kelompok Sebagai Kendala
  5. Ketidakjelasan Peranan
  6. Kemalasan
  7. Kurang Mampu Mengelola Waktu
  8. Kaitan Pengambilan Keputusan dengan Stres
  9. Neraca Keputusan yang Diambil

Beberapa Teknik Dalam Pengambilan Keputusan

 

Situasi Keputusan Pemecahan Teknik
Ada Kepastian Deterministik
  1. Linear Programming
  2. Model Transportasi
  3. Model Penugasan
  4. Model Inventori
  5. Model Antrian
  6. Model Network
Ada Risiko Probabilistik 1.      Model Keputusan Probabilistik 

2.      Model Inventori Probabilistik

3.      Model Antrian Probabilistik

Tidak Ada Kepastian Tidak Diketahui
  1. Analisis Keputusan Dalam Keadaan Ketidakpastian
Ada Konflik Tergantung Tindakan Lawan
  1. Teori Permainan

 Sumber: https://materimatakuliah.wordpress.com/2017/04/06/teknik-pengambilan-keputusan/comment-page-1/.

Disusun Oleh: Herry Syafrial, S.Pd., M.A.

IAII Sumatera Barat


Ikatan Ahli Informatika Indonesia (IAII) adalah organisasi profesi yang bertujuan meningkatkan kualitas teknologi informasi di Indonesia, melindungi masyarakat dari praktek buruk layanan ahli informatika, meningkatkan kemakmuran, martabat, kehormatan, dan peran ahli informatika Indonesia dalam rangka mencapai tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercantum pada Pembukaan UUD 1945. Profil IAII